Tulungagung
Para Guru di Tulungagung Waspadai Gerombolan Mengaku Wartawan Minta Duit
Yoga juga menunjukkan sebuah kuitansi sebesar Rp 150.000, untuk pembelian kaus itu.
Penulis: David Yohanes | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Yoga (nama samaran), seorang guru SD menunjukan sebuah kaus berkerah kombinasi merah, putih dan hitam. Di bagian dada kiri kaus itu ada logo pancasila serta tulisan NKRI.
Yoga juga menunjukkan sebuah kuitansi sebesar Rp 150.000, untuk pembelian kaus itu.
"Ini tidak gratis, harus beli. Kalau gak beli pasti adan konsekuensinya," ucap Yoga.
Kaus itu dijual oleh seorang yang mengaku wartawan.
Pihak sekolah tidak berani menolak, karena takut dengan ancaman orang yang mengaku wartawan itu.
Salah satunya menulis proyek fisik yang dianggap menyalahi aturan.
"Yang di sekolah ini kan tidak mau repot. Entah tudingannya benar atau salah, kami tidak mau repot mengurusi mereka," tambah Yoga.
Masih menurut Yoga, selama ini banyak oknum wartawan yang dianggap kerap mengintimidasi.
Biasanya mereka datang secara berkelompok, saat sekolah sedang membangun atau baru saja mencairkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Mereka pada intinya minta uang, dengan cara menakut-nakuti kepala sekolah.
"Ancamannya akan diberitakan, akan dilaporkan kejaksaan atau dilaporkan kepolisian. Kami ini kan orang yang kurang paham hukum, pasti takut kalau diancam seperti itu," ucap Yoga.
Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tulungagung, M Imron Danu mengakui adanya oknum yang mengaku wartawan, namun tidak pernah melakukan kerja jurnalistik.
Mereka memanfaatkan status wartawan untuk menakut-nakuti sekolah.
Ujung-ujungnya mereka minta imbalan uang.
"Ada juga yang membawa barang terus minta untuk dibeli. Kalau wartawan seharusnya kan tidak jualan ke narasumber, apalagi memaksa membeli," ucapnya.
Keberadaan oknum yang mengaku wartawan ini sangat meresahkan.
Sebab perilaku mereka mencoreng nama wartawan murni melakukan kerja jurnalistik.
Akibatnya masyarakat memandang buruk profesi wartawan.
"Dikiranya semua wartawan berperilaku seperti orang-orang itu. Padahal mereka sebenarnya bukan wartawan, tapi bodrek (sebutan wartawan abal-abal)," tegas Imron.