Pemilu 2019
Reaksi Ketua KPU RI Perihal Doktor dan Profesor Tak Lolos Seleksi Komisioner KPU Jatim
Redi Panuju: KPU itu kan bukan hanya urusan coblosan, tapi juga bagaimana membangun sistem demokrasi menjadi lebih baik.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, menegaskan bahwa Komisioner yang terpilih nantinya harus bisa segera bekerja dalam penyelenggaraan pemilu.
Rapatnya waktu persiapan pemilu dan pelantikan mengharuskan komisioner KPU yang baru harus bisa cepat adaptasi serta bekerja sistematis dan cepat.
"Ini tantangan Komisioner KPU yang baru. Komisioner KPU Jatim ditakdirkan harus dilantik saat mendekati tahapan penting dalam pemilu," kata Arief ketika dikonfirmasi di Surabaya, Senin (19/11/2018).
Untuk diketahui, Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden akan dilaksanakan 17 April 2019 mendatang, atau sekitar dua bulan pasca komisioner yang baru dilantik pada Februari 2019.
Selain mepetnya proses persiapan, Komisioner yang baru juga harus menghadapi tantangan beratnya pelaksanaan pemilu yang baru kali pertama dilaksanakan secara serentak tersebut.
"Sehingga, kami memilih orang yang bukan masih berlajar atau belum paham tentang pemilu. Namun, kami memilih figur yang mampu ketika selesai dilantik, dia bisa langsung bekerja," kata Arief yang juga mantan Ketua KPU Jatim tersebut.
Pemahaman soal penyelenggaraan kepemiluan tersebut bisa dibuktikan dengan pengalaman sebagai penyelenggara. "Dalam proses skoring, kriterianya ada banyak. Salah satunya, soal pengalaman itu. Tentu, ada nilai lebih (skoring) bagi yang berpengalaman," katanya.
Namun, ia menegaskan bahwa pengalaman bukan satu-satunya yang menjadi acuan pihaknya. Di luar itu, ada beberapa aspek yang harus dipenuhi oleh calon komisioner. "Paham soal kepemiluan menjadi unsur pertama," kata Arief pada penjelasannya.
Di luar itu, calon juga harus sehat jasmani. Sebab, bekerja sebagai penyelenggara pemilu, membutuhkan energi yang cukup besar. "Endurancenya harus bertahan lama," kata Arief.
Selain itu, KPU juga membutuhkan komisioner yang memiliki ketahanan mental yang kuat. Artinya, harus mampu berada di bawah tekanan.
"Apalagi, Komisioner nantinya berhadapan dengan banyak orang sehingga, ada yang setuju atau pun tidak setuju. Hal itu butuh kekuatan dan energi yang cukup," kata Arief.
Tak hanya itu, Komisioner juga bukanlah orang yang individual melainkan orang yang bisa berkerjasama. "Sebab, setiap kebijakan yang dikeluarkan KPU diputuskan secara koleftif kolegial," kata Arief.
"KPU membutuhkan orang yang bisa memenuhi semua persyaratan itu. Oleh karena itu, KPU lantas menyusun metode dan mekanisme seleksi. Termasuk, scorring di tiap tahapan," tegas Arief.
Sebelumnya, sejumlah peserta menyayangkan sistem skoring yang digunakan oleh Timsel Komisioner KPU. Sistem skoring yang berbasis pengalaman kepemiluan dinilai merugikan pendaftar calon Komisioner KPU Jatim periode 2019-2024 yang tidak punya latar belakang kepemiluan.
Sebaliknya, calon petahana sedikit diunggulkan. Sistem skoring tersebut membuat doktor hingga peserta berpredikat profesor pun tidak lolos seleksi administrasi.