Kabar Blitar
Biografi & Amalan KH M Anwar Sudibyo, Tokoh NU yang Jasadnya Masih Utuh Setelah 31 Tahun Meninggal
Banyak peziarah yang mengunjungi makam KH Muhammad Anwar Sudibyo di Desa Tambakan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM, BLITAR – Banyak peziarah yang mengunjungi makam KH Muhammad Anwar Sudibyo di Desa Tambakan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar.
Tokoh yang akrab disapa Mbah Yai Anwar itu adalah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Blitar.
Makam Mbah Yai Anwar baru saja dipindahkan dari tempat pemakaman umum (TPU) ke pemakaman keluarga.
Foto dan video proses pemindahan jasad Mbah Yai Anwar sempat viral di media sosial.
Foto dan video yang diunggah di media sosial menunjukkan jasad Mbah Yai Anwar yang meninggal 31 tahun silam masih utuh.
Bahkan kain mori yang membungkus jasadnya juga belum rusak.
Mbah Yai Anwar merupakan sesepuh NU Blitar.
Dia pernah menjabat Rais Syuriah PCNU Blitar.
Dia juga pernah menjadi anggota DPRD Blitar dari PPP pada zaman Orde Baru (Orba).
Mbah Yai Anwar juga menjadi mursyid tarekat Al Mu'tabaroh Annahdliyah.
Semasa hidupnya, Mbah Yai Anwar juga dikenal sebagai sosok kiai yang kharismatik dan sederhana.
Mbah Yai Anwar sering mengisi pengajian keliling dari kampung ke kampung.
“Abah dulu ketua KUA Gandusari, lalu jadi ketua Pengadilan Agama di Trenggalek.”
“Terakhir ketua Pengadilan Agama di Malang. Tahun kapan saya tidak ingat,” ujar M Munib (60), anak kelima Mbah Yai Anwar kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (24/3/2019).
Mbah Yai Anwar meninggal pada 21 September 1988.
Mbah Yai Anwar memiliki 10 anak yang terdiri dari tujuh perempuan dan tiga laki-laki.
Istri Mbah Yai Anwar, Nyai Siti Alfijah baru meninggal sekitar 100 hari lalu.
Gus Munib juga tidak tahu persis apa saja kelebihan Abahnya.
Dia hanya tahu, Abahnya tidak pernah meninggalkan salat malam.
Meskipun pulang dari acara pengajian sudah larut malam, Abahnya tidak langsung tidur.
Abahnya selalu menyempatkan salat malam dahulu.
“Dan yang masih saya ingat, Abah adalah orang jujur. Setiap dapat uang, Abah selalu membuka amplopnya di depan istri dan anaknya-anaknya.”
“Lalu uangnya baru diberikan ke istri dan anak-anaknya,” katanya.
Kini masih banyak orang yang ziarah ke makam Mbah Yai Anwar.
“Setiap hari selalu ada satu dua orang datang berziarah.”
“Rata-rata orang baru. Saya juga tidak tahu dari mana, soalnya tidak ada buku tamu.”
“Siapa saja yang mau ziarah langsung saya persilakan,” kata pria yang akrab disapa Gus Munib tersebut.
Pemindahan makam sesepuh NU Blitar dari TPU ke makam keluarga itu atas keinginanan anak-anaknya.
Keturunan Mbah Anwar semakin berniat memindahkan makam Abahnya ke pekarangan keluarga setelah istri Mbah Anwar, Nyai Siti Alfijah meninggal.
Sebelum meninggal, Nyai Siti Alfijah berwasiat agar dimakamkan di pekarangan keluarga.
“Sejak itu, keluarga semakin mantap untuk memindahkan makam Abah ke makam keluarga. Bersebelahan dengan makam ibu, biar gampang ngurusnya,” kata Gus Munib.
Selain itu, keluarga juga mendapat dorongan dari para santri Mbah Yai Anwar agar memindahkan makam kiai ke makam keluarga.
Alasannya, agar para santri lebih mudah dan nyaman ketika berziarah ke makam Mbah Yai Anwar.
Selama ini, banyak santri yang berziarah ke makam Mbah Yai Anwar.
“Ya sudah, akhirnya kami pindah ke makam keluarga. Posisinya di sebelah barat Masjid Baitul Rouf.”
“Masjid itu juga peninggalan Abah. Para santri yang berziarah biar lebih nyaman, mereka bisa salat dan istirahat di masjid usai ziarah,” ujar pensiunan guru agama di SDN Tambakan 2 itu.
Keluarga menyepakati proses pemindahan makam Mbah Yai Anwar dilakukan pada Kamis (14/3/2019) lalu.
Semua persiapan sudah matang. Bahkan, keluarga juga sudah menyiapkan peti jenazah dan kain mori baru.
Peti jenazah itu buat jaga-jaga kalau jasad Mbah Yai Anwar sudah hancur.
Proses pembongkaran makam juga disaksikan perangkat desa dan polisi.
Dua ulama Blitar KH Masy'ud Jamburi dan KH Jaelani ikut menyaksikan langsung proses pembongkaran makam Mbah Yai Anwar.
Gus Munib juga ikut melihat proses pembongkaran makam.
Para Banser dan warga yang melakukan pembongkaran makam Mbah Yai Anwar.
Sudah menjadi kuasa Allah, ketika jasad Mbah Yai Anwar diangkat dari liang lahat kondisinya masih utuh.
Kain mori yang membungkus jasad Mbah Yai Anwar juga belum rusak.
“Akhirnya peti jenazahnya tidak jadi dipakai. Hanya kain mori baru dipakai untuk alas jasad Abah yang masih terbungkus kain mori lama,” katanya.