Universitas Brawijaya Malang

Menristekdikti ke Kampus UB Malang, Paparkan Rencana Jokowi soal Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah

Menristekdikti Prof M Nasir PhD Ak mengisi kuliah umum "Kebijakan Kementerian Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: yuli
Sylvianita Widyawati
Meristekdikti Prof M Nasir PhD Ak saat melihat pameran dari mahasiswa Vokasi UB usai beri kuliah tamu, Rabu (27/4/2019). 

SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Menristekdikti Prof M Nasir PhD Ak mengisi kuliah umum "Kebijakan Kementerian Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0" di Samantha Krida Universitas Brawijaya (UB) Malang, Rabu (27/3/2019).

Pesertanya adalah mahasiswa yang memperoleh beasiswa Bidik Misi 2016-2018.

Di acara itu, ia mengenalkan program KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah kepada mahasiswa. Ini akan dijalankan pada 2020 oleh Presiden Jokowi jika terpilih nanti.

Dengan KIP Kuliah ini, maka makin banyak anak dari keluarga tidak mampu bisa meneruskan kuliah di perguruan tinggi.

Ini untuk memenuhi amanat UU 12/2012 dimana dana untuk pendidikan mencapai 20 persen. Saat ini masih dibawah itu lewat skema beasiswa PPA (Prestasi Akademik), Bidik Misi dan afirmasi.

"Tahun ini penerima Bidik Misi meningkat menjadi 130.000. Pada 2018 sebanyak 90.000," jelas Nasir.

Namun skema untuk KIP Kuliah masih belum final. Apakah seperti Bidik Misi yaitu SPP/UKT dan biaya hidup, SPP saja seperti PPA atau SPP plus biaya buku. Hal ini perlu dibicarakan lagi dengan Menteri Keuangan. Sebab jika skemanya sama dengan Bidik Misi, maka perlu tambahan biaya Rp 5,5 triliun.

Saat ini penerima total Bidik Misi, PPA dan afirmasi sebanyak 450.000 mahasiswa. Jika nanti disetujui KIP Kuliah, maka bisa menjangkau 450.000 mahasiswa lagi atau sebanyak 900.000 mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Bahkan jika mungkin bisa ke 1 juta mahasiswa. Maka kesempatan kuliah makin terbuka lebar.

Terkait dengan revolusi industri 4.0, kata Nasir, makin banyak pekerjaan manusia yang hilang.

"Contohnya saja penjaga pintu jalan tol karena sudah memakai e-money. Sehingga tenaga kerja alami grade shifting atau pergeseran tenaga kerja," kata dia.

Namun pekerjaan lainnya sebagai pengganti juga belum jelas. Saat ini sudah ada 1,8 juta pekerjaan sudah hilang. Di perguruan tinggi juga akan kena dampaknya. Hal ini karena teknologi tidak bisa dibendung. Ia mencontohkan aplikasi gojek.

"Ada Go Food. Saya menteri juga memakai. Kalau malas keluar, saya pesan Go Food. Barang ketinggalan, tinggal Go Send, tak punya mobil tinggal pesan Go Car," katanya. Pemakaian aplikasi IT sudah berkembang pesat dan dibutuhkan masyarakat.

Maka kapitalisasi usaha itu juga meningkat dari tahun ke tahun. Dari unicorn-unicorn yang dikreasi anak muda Indonesia, kesulitan mencari SDM. Yaitu punya kemampuan di bidang coding, programing dan AI (Artificial Intellegent).

Dimana dibutuhkan dari berbagai prodi namun mampu di IT. Karena sulit dapat SDM di Indonesia, pusat riset unicorn Indonesia malah di luar negeri. "Kebijakan saya bebaskan ke rektor terkait kurikulum pada tantangan ini. Sudah ada perguruan tinggi yang ingin mengajukan prodi seperti Smart Data, Teknologi Data," kata Nasir.

Bahkan ada yang ingin maju dengan fintech. "Prodinya akutansi tapi konsentrasi ke fintech. Jadi mahasiswa bisa belajar programing, coding dll," tambahnya. Dijelaskan, di era saat ini tak hanya bisa mengandalkan ijazah. Dari bekal kuliah hanya 30-40 persen.

"60 persen dari Anda sendiri," ujar Nasir. Karena itu pasti saat melamar pekerjaan yang ditanya adalah kemampuan/kompetensinya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved