Tidak ada Alasan Menahan Kenaikan Tarif Cukai Rokok, UU Mengatur Bisa sampai 57 Persen
Riset menunjukkan sekitar 12 hingga 32 persen perokok berniat berhenti merokok jika harga rokok naik 50 persen atau 100 persen.
Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan, studi tersebut mengonfirmasi bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari rokok ilegal karena jumlahnya sangat sedikit.
Menurut Ahsan, minimnya keberadaan rokok ilegal di Indonesia tidak terlepas dari kerja keras petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengintensifkan operasi penangkapan dalam beberapa tahun terakhir.
Jumlah penindakan terus meningkat, yaitu 1.232 penindakan di tahun 2015, 2.374 tahun 2016, 3.966 tahun 2017, dan 4.092 tahun 2018 (Kompas, 21/9/2018).
Atas pencapaian itu, kata Ahsan, semestinya Bea Cukai mendapatkan anggaran lebih untuk semakin meningkatkan kapasitas penegakan hukumnya. Itu bisa diambil dari peningkatan tarif cukai rokok.
“Jadi tidak ada alasan menahan kenaikan tarif cukai dengan alasan jumlah rokok ilegal akan naik. Jika rokok ilegal naik, penegakan hukum yang mesti ditingkatkan,” kata Ahsan.
Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Nasruddin Djoko Surjono, mengatakan, pengambilan kebijakan untuk menaikkan tarif cukai rokok tidak hanya dilakukan oleh Kemenkeu, tetapi melibatkan kementerian lainnya. Akibatnya, banyak yang dipertimbangkan saat menentukan tarif cukai rokok.
“Tapi percayalah, dalam lima tahun terkahir, sebenarnya (kenaikan cukai) sudah pada jalurnya, mungkin tahun ini (yang belum). Ini dinamis, sekarang belum, mungkin saja besok akan naik lagi,” kata Nasruddin. KOMPAS.ID - YOLA SASTRA