Rumah Politik Jatim
Tak Bisa Pilih Caleg, Para Pengungsi Syiah Sampang di Sidoarjo Mengadu ke Bawaslu Jatim
Perwakilan pengungsi syiah asal Sampang, Pulau Madura yang selama ini tinggal di rumah susun Sidoarjo, mengadu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Perwakilan pengungsi syiah asal Sampang, Pulau Madura yang selama ini tinggal di rumah susun Sidoarjo, mengadu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur, Senin (15/4/2019).
Sikap ini dilakukan karena mereka beralih status dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) ke dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Menurut penjelasan perwakilan pengungsi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sampang memindahkan status pemilih mereka kepada KPU Sidoarjo.
Akibatnya, tak seperti pada pemilu sebelumnya, warga pengungsi Sampang itu pun tak bisa menyalurkan suaranya untuk lima surat suara sekaligus.
"Padahal, pada Pemilu sebelumnya, kami ikut KPU Sampang. Ketika berstatus DPTb, kami lah yang dirugikan," kata Muhlissin, salah satu perwakilan pengungsi Sampang, Senin (15/4/2019)
Memang, setelah berstatus DPTb, para pengungsi hanya bisa memilih Calon Presiden - Wakil Presiden dan DPD. Sementara untuk DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten tak lagi dapat dilakukan mengingat perbedaan daerah pemilihan (dapil).
"Ini sudah menyimpang, menyimpang dari hak. Sekaligus, kami tidak mendapat pelayanan dari KPU. Sehingga, kami melapor ke Bawaslu," tegasnya.
Menurutnya, nama masing-masing warga pengungsi tersebut telah masuk dalam DPT. "Nama kami ada di salah satu Tempat Pemungutan Suara (TPS), di Sampang," katanya.
Pihaknya pun berharap KPU bisa bertindak arif dengan tak menggolongkan mereka dalam DPTb. "Ketika kami sebagai warga negara, dikebiri, kami sedih. Sebab, KPU tak berlaku sebagaimana mestinya," katanya.
"Seharusnya, penyelenggara negara bisa transparan, terbuka, proporsional, dan profesional. Sementara, untuk saat ini mereka tidak terbuka sama sekali," urainya.
Keikutsertaan mereka di pemilu sebenarnya bukan hanya kali ini saja. Mereka sudah mencoblos di tempat pengungsian sejak Pemilukada 2013, pemilu 2014, dan Pemilukada Serentak 2018.
Bahkan, untuk Pemilukada 2018, mereka juga bisa mencoblos Calon Bupati dan Wakil Bupati Sampang. "Termasuk, waktu pengulangan. Kami juga mencoblos dua kali waktu pemilu diulang itu," katanya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya pun ikut mendampingi para pengungsi menghadap Bawaslu Jatim. Fatkhul Khoir, Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya menilai penyelenggara pemilihan telah menghilangkan hak konstitusi para pengungsi.
"Secara prinsip, ini kan melanggar hak, yaitu hak untuk memilih. UU telah mengatur bahwa itu hak untuk memilih. Apalagi, perpindahan ini bukan keinginan si calon pemilih," katanya.
"Namun, atas dasar ketidakjelasan. Pihak penyelenggara mengatakan warga berharap pindah pilih, namun warga mengatakan tak ada keinginan itu," ungkapnya.