Kabar Kediri

Jari-jari di Tangannya Menghilang, Ternyata Habis Dimakan Sendiri, Inilah Kisah Kanibal di Kediri

Penderita gangguan jiwa bernama Wiji Fitriani (29) asal Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri juga mengalami fenomena kanibal

Penulis: Didik Mashudi | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/Didik Mashudi
Penderita gangguan jiwa dan kanibal Wiji Fitriani (29) asal Desa Ngadi, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri bersama neneknya. 

Suku ini memiliki anggota hingga 3000 orang.

Dilansir dari laman en.goodtimes.my, Korowai merupakan satu kelompok manusia paling terpencil di dunia.

Mereka juga tidak mempercayai keberadaan orang lain selain diri mereka sendiri sebelum orang luar melakukan kontak dengan mereka pada 1970an, yakni ketika pertama misionaris tiba.

Suku ini terampil berburu. Dan juga masih melakukan perdagangan benda seperti tulang, perhiasan, dan pisau.

Alat-alat yang digunakan masih sangat sederhana.

Yakni bambu yang tajam untuk mengiris daging, kerang untuk menampung air, dan air panas di batu tempat memasak.

Diyakini, suku ini pertama kali ditemukan pada 1974 oleh sekelompok ilmuwan yang tanpa sengaja memasuki wilayah Suku Korowai.

Kelompok ilmuwan itu adalah kelompok yang dipimpin oleh antropolog Peter Van Arsdele, ahli geografi Robert Mitton, serta pengembang komunitas Mark Grundhoefer yang memutuskan untuk mempelajari kehidupan penduduk.

Pada Mei 2006, pemandu wisata dan jurnalis, Paul Raffaele memimpin kru dalam ekspedisi ke hutan Papua.

Tujuannya untuk membuat film dokumenter tentang suku Korowai.

Dia ingin memahami mereka dan alasan mereka melakukan beberapa ritual yang mengerikan.

Raffaele menulis dalam artikelnya.

“Kanibalisme dipraktekkan di antara manusia prasejarah, dan itu bertahan hingga abad ke-19 di beberapa kebudayaan Pasifik Selatan yang terisolasi, terutama di Fiji. Tapi hari ini Korowai adalah satu dari sedikit suku yang diyakini memakan daging manusia."

Dia melanjutkan dengan detail penulisannya.

"Mereka tinggal sekitar 100 mil dari Laut Arafura, di mana Michael Rockefeller, putra gubernur New York, Nelson Rockefeller, menghilang pada 1961 saat mengumpulkan artefak dari suku Papua lainnya. Tubuhnya tidak pernah ditemukan."

Pria ini juga menegaskan bahwa sebagian besar orang Korowai hidup dengan mengabaikan dunia di luar suku mereka.

Raffaele menuliskan:

"Seperti yang ditulis van Enk, Korowai sering terkena beberapa wabah penyakit, termasuk malaria, tuberkulosis, elephantiasis dan anemia, dan apa yang dia sebut 'kompleks khakhua'. Korowai tidak memiliki pengetahuan tentang kuman mematikan yang menduduki hutan mereka, dan begitu percaya bahwa kematian misterius disebabkan oleh khakhua , atau penyihir yang mengambil bentuk laki-laki."

Menurut pemandu Raffaele, Kembaren: “Banyak khakhua dibunuh dan dimakan setiap tahun.”

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan Raffaele dengan pemimpin suku, dia menjelaskan alasan orang Korowai mempraktikkan kanibalisme,.

"Bagi Korowai, jika seseorang jatuh dari rumah pohon atau terbunuh dalam pertempuran maka alasan kematian mereka cukup jelas. Tetapi mereka tidak memahami mikroba dan kuman, jadi ketika seseorang mati secara misterius, mereka percaya itu adalah karena seorang khakhua, penyihir lelaki yang datang dari akhirat."

“Seorang khakhua harus dibunuh dengan cara dimakan. Sebab khakhua sebenarnya adalah orang mati. Memakan mereka dianggap sebagai sistem keadilan terbaik."

Kanibalisme bagi otang suku Korowai dilakukan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana mereka.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved