Malang Raya
Kisah Ate Rushendi Sukses Jual Bubur di Malang, Ubah Stigma Bubur untuk Makanan Orang Sakit
Saat itu, Abah Odil, yang bernama asli Ate Rushendi kesulitan mendapatkan bubur. Abah Odil mencari bubur karena tamunya yang berasal dari Tasikmalaya
Penulis: Benni Indo | Editor: yuli
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Menu bubur di awal tahun 2000-an sulit ditemukan di Kota Malang.
Saat itu, Abah Odil, yang bernama asli Ate Rushendi kesulitan mendapatkan bubur. Abah Odil mencari bubur karena tamunya yang berasal dari Tasikmalaya saat itu ingin makan bubur.
“Dari situlah naluri saya untuk membuka usaha,” ujar Abah Odil saat ditemui di kedainya yang baru saja dibuka di Jl Welirang No 2 Kota Malang, Sabtu (15/6/2019).
Perlahan namun pasti, usaha bubur yang dimulai dari sebuah gerobak itu semakin sukses. Kini, sudah ada tujuh outlet di Kota Malang dan dalam waktu dekat akan terus bertambah di luar Kota Malang.
Kesuksesan Abah Odil melalui usaha bubur karena cita rasanya yang tetap terjaga. Namun hingga akhirnya sukses seperti saat ini, Abah Odil juga telah melewati banyak jalan.
Diceritakan Abah Odil, pada 2003 ia keluar dari perusahaan tempatnya bekerja. Lalu ia berusaha membuka usaha makanan bubur.
Sejak memulai usaha, Abah Odil telah memikirkan brand yang pas. Nama Abah Odil diambil dari nama anaknya yang bernama Abdillah.
“Abah Odil itu adalah dari anak saya. Abdillah dipanggil Odil. Lalu jadilah Abah Odil,” katanya.

Mengawali usahanya, Abah Odil berjualan di kawasan Jl Candi Panggung. Di tengah kondisi perekonomian keluarga yang terpuruk saat itu, Abah Odil dan istrinya, Dewi berjuang bersama meneruskan usaha.
“Saya yang jualan, istri yang memasak,” kenangnya.
Setiap pagi, Abah Odil dan istrinya mendorong gerobak ke pinggir jalan untuk berjualan. Perlahan, dengan kiat usahanya yang pantang menyerah, akhirnya Abah Odil mendapatkan tempat di Jl Sukarno-Hatta, Kota Malang.
Dari sinilah usahanya berkembang hingga akhirnya membuka outlet baru yang ketujuh di Jl Welirang No 2. Abah Odil ingin mengubah stigma bahwa bubur bukan makanan orang sakit. Melainkan makanan yang bisa dimakan kapanpun.
Abah Odil menjelaskan, cita rasa bubur yang ia buat tidak pernah berubah. Rahasianya, ia selalu menimbang komposisi atau resep bubur. Abah Odil sangat menghindari ukuran yang takarannya tidak akurat.
“Misal gula satu sendok. Itu kan bisa berbeda jumlahnya,” paparnya.
Abah Odil pun tidak pernah menyangka kalau usahanya yang dirintis dengan susah payah akhirnya bisa berhasil seperti saat ini. Sejak berjualan mulai harga Rp 2500, kini bisa menjual dengan harga rata-rata Rp 15000.