Kabar Surabaya
Kisah Hilangnya Ramon Magsaysay Award Milik Gus Dur yang Akhirnya Ditemukan Gusdurian di Surabaya
Pada 1993 silam, Presiden RI keempat, KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) pernah mendapat Anugerah Ramon Magsaysay Award pada kategori Community Leadership.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Achmad Amru Muiz
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Pada 1993 silam, Presiden RI keempat, KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) pernah mendapat Anugerah Ramon Magsaysay Award pada kategori Community Leadership. Namun, beberapa waktu belakangan medali tersebut hilang.
Beruntung, medali tersebut ditemukan kembali oleh para komunitas pengagum Gusdur, Gusdurian di Jawa Timur.
Berlangsung di salah satu rumah makan di Surabaya, perwakilan Gusdurian, Gatot Seger Santoso, mengembalikan penghargaan tersebut ke keluarga Gusdur, Kamis malam (Kamis, 27/6/2019). Medali penghargaan ini pun diterima langsung oleh Alisa Wahid, putri sulung Gusdur.
Penghargaan berbentuk medali itu di satu sisinya terdapat gambar Ramon Magsaysay, mantan Presiden Filipina. Sementara di sisi lainnya, terdapat tulisan Award Community Leadhership Abdurrahman Wahid Indonesia for Promoting Religious Tolerance Fair Economic Development and Democracy in Indonesia.
Pada penjelasannya, Gatot mengaku mendapat informasi penemuan medali tersebut dari seorang kolektor lukisan di Surabaya. "Medali tersebut ditemukan oleh seseorang di Surabaya. Beruntung, belum sempat dijual dan diinformasikan kepada saya," katanya.
Gatot lantas menanyakan kepada keluarga Gusdur melalui jaringan Gusdurian. Benar, medali yang diciptakan untuk mengenang Ramon Magsaysay, Almarhum Presiden Filipina itu hilang.
"Kami mendengar barang itu sangat laku di Singapura. Beruntung, kolektor itu langsung menghubungi saya," katanya.
Ia mengaku menjadi salah satu pengagum Gusdur dan mengingat sejarah panjang penerimaan medali itu. Medali itu diberikan saat Gusdur belum menjabat Presiden melainkan saat masih menjadi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Medali ini diberikan sebagai hadiah sekaligus untuk menyebarluaskan keteladanan integritas mantan Presiden Filipina, Ramon Magsaysay. Di antaranya di bidang menjalankan pemerintahan, kegigihannya dalam memberikan pelayanan umum, serta idealisme pragmatisme dalam lingkungan masyarakat berdemokratis.
"Gusdur laik menerimanya. Beliau adalah tokoh yang berjasa untuk membantu mengembalikan legalitas hak sipil, khususnya orang terdekreminasi. Di antaranya tionghoa," kata Gatot yang juga Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (Inti) Jawa Timur ini.
Sifat Gusdur tersebut sangat laik untuk diteladani di era milenial saat ini. "Mungkin banyak yang belum mengenal Gusdur, terutama kalangan milenial. Penghargaan ini bisa menjadi bukti sejarah keteladanan Gus Dur," katanya.
Di sisi lain, Alissa pun berterimakasih dengan kembalinya medali tersebut. Alissa tak memungkiri bahwa Gus Dur kerap kali kehilangan berbagai macam barang. "Kami sangat senang medali ini kembali. Sebab, ini merupakan bagian dari garis perjuangan Gusdur," kata Alissa.
Menurutnya, penghargaan ini memiliki nilai besar sebab hanya tokoh tertentu yang dapat menerimanya. "Ini penghargaan yang sangat bergengsi atas kepemimpinan beliau di NU," katanya.
"NU di bawah kepemimpinan Gusdur menjadi organisasi Islam tradisional. Namun, bersikap progresif dan memajukan demokrasi," jelas Alissa.
Oleh karenanya, pihaknya menegaskan bahwa penghargaan ini menjadi sangat bernilai. "Ini adalah jejak dari kepemimpinan Gusdur. Medali ini menunjukkan peran Gusdur sebagai pemimpin," kata Koordinator Gusdurian ini.