Kabar Surabaya
Adi Sutarwijono, Anak Guru SD dari Karangsari, Kota Blitar jadi Ketua DPRD Surabaya
Adi Sutarwijono, anak guru SD dari Karangsari, Kota Blitar, segera menjadi Ketua DPRD Surabaya dari PDI Perjuangan.
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: yuli
Adi Sutarwijono, anak guru SD dari Karangsari, Kota Blitar, segera menjadi Ketua DPRD Surabaya dari PDI Perjuangan.
SURYAMALANG.COM, BLITAR - Adi Sutarwijono, pria yang dibesarkan dari keluarga sederhana di Blitar ini sesaat lagi akan resmi memimpin DPRD Kota Surabaya.
Saat ini surat rekomendasi DPP PDI Perjuangan telah memerintahkan anak guru SD ini menjadi ketua DPRD periode 2019-2024.
Pria dari Kelurahan Karangsari Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar ini menjadi Ketua DPRD setelah partainya menguasai 15 kursi DPRD Surabaya.
Peraih kursi terbanyak berhak menjadi ketua dewan setelah partai menunjuk salah satu dari anggota dewan terpilih.
"Saya sudah ambil surat rekomendasi calon ketua DPRD ke DPP PDIP. Saya mendapat tugas partai sebagai ketua DPRD Surabaya," ucap Adi Sutarwijono yang akrab disapa Cak Awi ini, Minggu (9/9/2019).

Alumnus Ilmu Politik Fisipol Unair yang kini juga dipercaya menjadi Ketua PDIP Surabaya ini Senin besok akan menyampaikan surat rekomendasi DPP partainya itu ke DPRD.
Selanjutnya secara resmi akan ada penetapan pimpinan DPRD (ketua dan wakilnya) dalam sidang paripurna.
Tidak ada dalam benak Cak Awi bahwa dirinya akan mendapat amanah partainya hingga memimpin DPRD.
Ketidakpercayaan Awi ini juga dirasakan saat dirinya ditunjuk DPP PDIP menjabat Ketua DPC PDIP Surabaya menggantikan Whisnu Sakti Buana.
Whisnu adalah putra tokoh PDIP Soetjipto (Pak Tjip) yang saat ini Wakil Wali Kota Surabaya.
"Saya tidak pernah bermimpi akan menjadi ketua DPRD. Sebagai anggota biasa, saya hanya melalukan apa yang menjadi prioritas garis partai untuk selalu peduli. Peduli pada tugas kepartaian dan tugas wakil rakyat," ucap pria kahiran 4 Agustus 1968 ini.
Awi dibesarkan dari keluarga guru SD. Suami Lusia Yekti Handayani (guru SMA di Surabaya) ini hidup bersama empat saudaranya.
Awi anak keempat dari lima bersaudara. Ayahnya JA Mochtar adalah guru SD. Semasa kuliah di FISIP Unair, dia aktif di Badan Perwakilan Mahasiswa.
Begitu lulus pada 1993, Awi yang juga aktif di pergerakan ini menyalurkan ilmunya menjadi wartawan.
Selain pernah menjadi wartawan Harian Surya, Awi juga pernah bekerja di Majalah Tempo.

Pernah Gagal Nyaleg
Awi menjadikan wartawan sebagai bekal mengenal dunia politik. Tercatat alumnus SMAN 1 Blitar ini sebagai wartawan Harian Surya pada 1996-2000, kemudian wartawan Tempo 1999-2003.
Dengan pengalaman jurnalistik itu, Cak Awi kemudian memutuskan masuk PDIP akhir 2003. Setahun kemudian menguatkan tekadnya menjadi caleg DPRD Kota Surabaya pada Pemilu 2004.
Karena masih pakai nomor urut, dengan nomor urut 8 alias nomor alas sepatun sulit mendapatkan dukungan. Awi gagal sebagai anggota dewan. Tekad Awi yang sudah bulat info menjadi politisi dewan mendorong dirinya maju lagi pada pemilu 2009.

Inilah sistem pemilu bedasarkan suara terbanyak. Cak Awi pun diuji karena dia gagal terpilih pada pemilu pertama berdasarkan suara terbanyak itu. Padahal Awi dapat Nomor urut 2.
Pada 2012 atau tiga tahun setelahnya, nasib berpihak kepada Cak Awi. Dia berhak atas pergantian antarwaktu anggota DPRD Surabaya. "Saya jadi anggota dewan karena PAW," kata Cak Awi.
Kemudian pada 2014 kembali nyaleg. Dengan bekal pengalaman dan jaringan dan komunitasnya, Cak Awi terpilih sebagai anggota dewan. Kemudian terakhir pada Pemilu 2019 pada April lalu juga berhasil menjadi wakil rakyat.