Kabar Surabaya
Bakal Calon Wali Kota Surabaya M Sholeh Gugat Kenaikan Iuran BPJS, Berharap Perpres Dibatalkan
Gugatan uji materi Perpres nomor 75 tahun 2019 ini akan didaftarkan M Sholeh pada Jumat (1/11/2019) ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Syamsul Arifin
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Bakal calon wali kota Surabaya, M Sholeh menggugat penetapan kenaikan nilai iuran BPJS Kesehatan.
M Sholeh akan melakukan gugatan uji materi Perpres nomor 75 tahun 2019 yang mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan berharap gugatannya bisa membatalkan kenaikan.
Menurut rencana M Sholeh, sosok yang telah mengumumkan rencana pencalonannya sebagai wali kota Surabaya di Pilwali 2020 itu akan menyampaikan gugatan di hari JUmat (1/11/2019).
• BREAKING NEWS - Jalan Tol Singosari - Pakis Mulai Operasional dan Gratis, 1 November 2019
• BREAKING NEWS - Ayah Tiri Bakar Kaki Agnes Arnelita Umur 3 Tahun hingga Tewas di Malang
• Kota Malang Terancam Banjir Bandang, Perlu Gali 1.000 Sumur Injeksi Ukuran 1x10 Meter
Gugatan uji materi Perpres nomor 75 tahun 2019 ini akan didaftarkannya Jumat (1/11/2019) besok ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
"Kami ajukan uji materi terhadap Perpres no 75 tahun 2019. Uji materi ini menjadi kewenangannya Mahkamah Agung (MA), tetapi boleh didaftarkan melalui PN setempat. Nanti PN yang akan meneruskan ke MA," terangnya, Kamis, (31/10/2019).
Seperti diketahui, iuran BPJS resmi naik 100 persen.
Hal ini tertuang dalam dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan digugat.
"Berkas sudah kami siapkan semua. Besok kita daftarkan ke PN," tambahnya.

M Sholeh berharap, jika uji materi ini nanti dikabulkan, maka Perpres tentang kenaikan iuran akan dibatalkan.
Jika dibatalkan, maka secara otomatis akan kembali pada aturan yang mengacu pada perpres yang lama.
"Ya Perpres kenaikan iuran itu dibatalkan maka kembali ke Perpres yang lama yaitu tidak ada kenaikan," tambahnya.
Disinggung soal alasan melakukan uji materi ini, pria yang berprofesi sebagai advokat itu mengaku hanya memiliki alasan yang sederhana, yaitu situasi ekonomi yang belum baik dapat memberatkan masyarakat.
"Alasannya sederhana, situasi ekonomi kan belum bagus, pendapatan masyarakat kan tidak tinggi, kalau kenaikan 100 persen itu kan logikanya tidak tepat, itu yang pertama," katanya.
Alasan kedua, tambahnya, adalah manfaat apa yang didapat oleh masyarakat seiring dengan kenaikan iuran BPJS hingga 100 persen itu?.
Sebab menurutnya, manfaat kenaikan iuran dianggapnya tidak akan berpengaruh banyak terhadap pelayanan kesehatan yang didapat oleh masyarakat.
• Dari Arema FC dan Persela, Ini Alasan Manajemen Persebaya Tunjuk Aji Santoso Sebagai Pelatih Kepala
• Arema FC Tanpa 2 Striker Terbaik Saat Lawan Perseru Badak Lampung FC dan Madura United
"Apa yang didapatkan manfaat oleh masyarakat oleh peserta BPJS, kalau itu dinaikkan 100 persen? Layanan meningkat katanya, meningkat apa?, ga ada, pelayanan ya tetap saja, rumah sakit ya rumah sakit ngunu iku (seperti itu). Kecuali akan dihapus rujukan berjenjang, jadi kalau sakit ga perlu ke Puskesmas, itu baru peningkatan, kalau ga kan sama saja," tegasnya.
M sholeh juga mengungkapkan penilaiannya dan menganggap salah logika yang dipakai presiden untuk menaikan iuran BPJS.
Perhitungan membuat BPJS yang diharapkan akan menjadikan untung pemerintah, justru membuat tekor atau merugi. Karena merugi itu, masyarakat yang disuruh pemerintah untuk menanggungnya.
"Jadi logika yang dipakai presiden ini kan logika yang salah, dia ini kan salah perhitungan bikin BPJS. Alih-alih supaya dapat untung tapi malah bikin tekor. Karena tekor rakyat yang disuruh menanggung jadi dinaikkan, yang kita inginkan bubarkan saja BPJS itu, sebab apa BPJS itu salah perhitungannya," ujar calon wali kota Surabaya yang akan mendaftar Pilwali 202 melalui jalur independen itu.
Ia pun menyarankan, dalam kasus seperti ini harusnya yang ditanggung oleh negara itu hanya orang miskin. Konsepnya, orang miskin yang tidak mampu dibayari oleh pemerintah daerah.

Ini Nilai Kenaikan Iuran BPJS Kenaikan Mulai 2020
Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan ditetapkan seiring ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (29/10/2019).
Perpres tersebut merupakan perubahan atas Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang termasuk mengatur soal iuran.
Pada Perpres tersebut di pasal 29, disebut iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500. Penerapannya berlaku mulai 1 Agustus 2019.
Sedangkan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau peserta mandiri mulai 1 Januari 2020 sesuai pasal 34 iuran kelas tiganya akan meningkat Rp 42.000 dari Rp 25.500.
Kemudian untuk peserta kelas dua akan naik menjadi Rp 110.000 dari besaran saat ini Rp 51.000, dan untuk kelas satu akan naik menjadi Rp 160.000 dari saat ini Rp 80.000.
“PBI Berlaku 1 Agustus 2019 dan untuk yang mandiri akan berlaku pada 1 Januari 2020,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’aruf, Selasa (29/10/2019).
Sementara itu pada pasal 30 Perpres 75 tahun 2019 itu berisi aturan iuran bagi pekerja PPU seperti pejabat negara, pimpinan dan anggota DPRD, PNS, Prajurit, Anggota Polri, kepala desa, dan Pekerja/Pegawai swasta yaitu sebesar lima persen dari gaji per bulan.
Pada pasal 103A, Perpres ini juga mengatur bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah sebesar Rp 19.000 per orang per bulan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.