Kabar Jombang
Putra Kiai Ternama di Jombang Diduga Menodai Santriwati Asal Jateng, Kasus Diserahkan ke Polda Jatim
Putra Kiai Ternama di Jombang Diduga Menodai Santriwati Asal Jateng, Kasus Diserahkan ke Polda Jatim
Penulis: Sutono | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM, JOMBANG - Polres Jombang akhirnya melimpahkan ke Polda Jatim untuk penanganan kasus dugaan pencabulan terhadap gadis di bawah umur yang menjerat MSA (39), putra Kiai ternama di Jombang.
Proses penyidikan kasus ini sepenuhnya mulai hari ini, Kamis (16/1/2020) menjadi kewenangan Polda Jatim.
Dalam hal ini adalah Direktorat Reserse Kriminal Umum.
Wakapolres Jombang, Kompol Budi Setiyono, melalui pesan singkat WhatsApp, membenarkan dilimpahkannya penanganan kasus tersebut, Kamis (16/1/2020).
Budi mengonfirmasi, pelimpahan kasus ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum terhadap laporan dugaan kasus pencabulan yang dilakukan MSA kepada pelapor berinisial NA asal Jawa tengah, Santriwati di Pesantren tempat MSA mengajar.
"Benar, kasusnya sekarang ditangani Polda Jatim," terangnya, singkat.
Kasus yang menyeret MSA ini bermula ketika putra kiai ternama di Jombang ini dilaporkan ke Polres Jombang atas dugaan pencabulan terhadap santriwatinya, asal Jawa Tengah sekitar November lalu 2019.
Kasusnya ditangani Polres Jombang, sampai kemudian MSA ditetapkan sebagai tersangka.
Kendati sudah ditetapkan tersangka, MSA tidak pernah ditahan.
Bahkan dua kali mangkir dari pemeriksaan polisi, tanpa alasan jelas.
Itu pula sebabnya, ratusan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Kota Santri Lawan Kekerasan Seksual berunjuk rasa di mapolres setempat, Rabu (8/1/2020) lalu.
Mereka menuntut dugaan kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan MSA, warga Desa Losasi, Kecamatan Ploso, diusut tuntas.
Pendemo juga menuntut MSA segera ditahan, setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Satreskrim Polres Jombang.
Namun sekitar sepekan kemudian, giliran ratusan santri dan alumni Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Waton Minal Iman Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur, berunjuk rasa di Mapolres Jombang, Selasa (14/1/2020).
Massa meminta polisi bersikap independen dalam menangani kasus pencabulan yang diduga dilakukan MSA.
"Kami ingin menyampaikan aspirasi, semua persoalan hukum tidak boleh diintervensi secara negatif oleh pihak-pihak manapun," ujar M Sholeh, Humas Pesantren Shiddiqiyah.
Sholeh juga mengatakan, unjukrasa merupakan bentuk keprihatinan atas maraknya publikasi negatif kepada MSA, tokoh kunci di Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Waton Minal Iman Shiddiqiyyah.
"Selama ini kami berdiam diri atas banyaknya postingan di media sosial dan pemberitaan yang tidak ada klarifikasinya kepada kami. Ini persoalan antarpribadi, tapi jadi konsumsi publik. Kasus ini kami bantah, karena tidak benar. Tapi kami ikuti proses hukum," terang Sholeh.
Diberitakan sebelumnya, MSA, Jombang, putra kiai ternama di Jombang, dilaporkan ke polisi atas dugaan pencabulan terhadap santriwatinya, asal Jawa Tengah, November lalu.
MSA selain sebagai putra kiai, juga pengurus pesantren di Kecamatan Ploso, Jombang. Sedangkan, pelapornya, NA, merupakan salah satu santriwatinya, asal Jawa Tengah.

Penetapan Tersangka dan Tidak Ditahan
Kasus dugaan pencabulan pengurus sebuah pondok pesantren (Ponpes) di Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, terhadap santriwati memicu reaksi berbagai kalangan, termasuk Jaringan Alumni Santri Jombang (JASiJO).
Koordinator JASiJO, Aan Anshori mengecam kekerasan seksual yang diduga dilakukan MSA (39) terhadap anak di bawah umur asal Jawa Tengah, yang juga santriwati di pondok tempat MSA menjadi pengurus.
MSA yang juga putra kiai berpengaruh di Jombang, kini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.
Namun tersangka belum diperiksa polisi.
Aan Anshori mengapresiasi kesigapan Polres Jombang dalam merespons kasus dugaan pencabulan tersebut, serta berani membongkar seluruh skandal yang sebenarnya telah berlangsung lama.
“JASiJO berkeyakinan masih ada korban lain dalam skandal ini. Kepolisian juga tidak perlu minder dan takut, walaupun kasus ini melibatkan ‘orang besar’,” kata Aan Anshori kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (6/12/2019).
Lebih jauh, Aan mendorong polisi untuk menahan tersangka.
Ini perlu dilakukan, lanjutnya, lantaran ancaman pidananya lebih dari 5 tahun, serta agar mempermudah proses penyidikan.
“Juga untuk memberikan keadilan pada publik dan korban,” sambungnya.
Dikatakannya, kasus dugaan pelecehan seksual atau pencabulan terhadap anak di bawah umur, bukanlah kali pertama terjadi di Jombang.
Setahun lalu, lanjutnya, kasus kekerasan seksual dengan korban lebih dari lima orang terjadi di SMPN 6 Jombang.
Sebab itu, dirinya mendorong Pemkab Jombang, lebih serius memperbaiki sistem di semua institusi pendidikan, khususnya pesantren, agar terbebas dari potensi praktik kekerasan.
Termasuk kekerasan seksual, utamanya terhadap anak.
“Kami juga mendesak pemerintah dan DPR RI, agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, pria berinisial MSA (39), yang diduga putra Kiai di Jombang, warga Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang dilaporkan ke Polres Jombang.
Pasalnya, dia diduga melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur, sebut saja bernama Sekar, asal Jawa Tengah.
MSA selain sebagai putrai kiai, juga pengasuh pesantren di Kecamatan Ploso, Jombang.
Sedangkan Sekar merupakan salah satu Santriwati.
Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Ambuka Yudha membenarkan adanya laporan terhadap MSA tersebut.
Namun mengenai latar belakang terlapor yang diduga anak kiai ternama, Ambuka Yudha tidak menampik, namun juga tidak membenarkan.
Hanya saja, Yudha menegaskan, pihaknya sudah mulai melakukan penyidikan terhadap MSA.
"Ada yang melapor dan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyelidikan).
"Sekarang masih kami dalami, akan kami lakukan gelar perkara terlebih dulu, materi apa saja yang perlu diperdalam," terangnya, Rabu (4/12/2019).
Sedangkan soal latar belakang terlapor, Ambuka Yudha mengaku kurang pahjam.
"Sampeyan (Anda) cari tahu sendiri saja," ujarnya.
Dalam tahap penyidikan ini, polisi segera meminta keterangan sejumlah saksi.
Disinggung mengenai status hukum terlapor, apakah sudah ditetap tersangka, Yudha enggan memberikan jawaban.
"Yang jelas SPDP sudah kami terbitkan," pungkasnya.