Penanganan Covid

Nano Chitosan dari Kulit Udang dan Cangkang Kepiting untuk Pengobatan Covid-19, Riset Dosen ITS

Bahan baku kulit udang ini dipilih karena jumlah limbahnya di Indonesia yang melimpah dan diolah dengan teknologi metode baru jadi nano chitosan

Penulis: sulvi sofiana | Editor: Dyan Rekohadi
its.ac.id
Salah satu dosen ITS, Yuli Setiyorini ST MPhil PhD Eng yang melakukan riset nano chitosan dengan bahan kulit udang dan cangkang kepiting untuk pengobatan pasien Covid-19 

Seperti produk chitosan hasil risetnya yang memanfaatkan gelombang mikro.

“Dengan teknik yang berbeda pada proses konvensional yang menggunakan bahan kimia, alhamdulillah properties (sifat) chitosan juga berbeda,” tutur alumnus Curtin University of Technology, Western Australia ini.

Lulusan doktor dari Institute Materials for Research (IMR), Tohoku University, Jepang ini juga membeberkan bahwa chitosan yang ia kembangkan bukan hanya untuk aplikasi medis.

Namun juga bisa diaplikasikan untuk industri pengolahan makanan, industri pertanian, industri perikanan, tekstil, kertas, sampai biosorption logam tanah jarang dan logam berat lainnya.

"Tapi yang paling utama adalah menciptakan kemandirian dalam membuat dan memproduksi sendiri dari bahan baku lokal dalam rangka meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan proses yang murah dan ramah lingkungan,"tegasnya.

Sungging menambahkan produknya ini diharapkan berkualitas medis dengan tingkat efisiensi yang tinggi, murah dan ramah lingkungan.

"Secara tidak langsung, hal tersebut menjawab tantangan isu dalam proses pembuatan chitosan yang saat ini masih belum efisien,"lanjutnya.

Produk chitosan milik Rini ini beberapa sudah diuji baik uji in-vitro maupun in-vivo.

Chitosannya ini juga telah diaplikasikan sebagai dental filler, bone cement, implant coating, antibacterial dan therapeutic agent.

"Pengujian secara klinis juga sudah dilakukan kepada pasien sukarela dengan trackrecord medis yang sudah tidak mampu lagi ditangani oleh dokter,"tegasnya.

Serta ada beberapa pasien yang memang tidak memiliki asuransi kesehatan tetapi penyakit yang diderita membutuhkan biaya yang besar seperti kanker, diabetes, bacterial diseases, virus diseases, Covid-19 dengan penyakit bawaan (penyerta), dan pneumonia serta beberapa penyakit lainnya.

Saat disinggung mengenai kendala risetnya, ia mengungkapkan biaya produksi dan rumitnya birokrasi kesehatan menjadi kendala terbesar.

Sehingga ia berharap adanya mitra yang juga memiliki jiwa kemanusiaan dan sosial untuk program gratis chitosan bagi yang membutuhkan terutama bagi masyarakat tidak mampu.

Harapannya, dari risetnya ini Indonesia tidak lagi bergantung pada produk impor, sehingga kemandirian pada bahan baku lokal yang dapat dikelola dan dimanfaatkan bisa diaplikasikan untuk pemenuhan masyarakat Indonesia dengan proses yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

“Harapan ke depan, ITS dapat membaca potensi dan prospek dari hasil pengembangan laboratorium-laboratorium yang ada, salah satunya dengan dukungan dan support fasilitas laboratorium di ITS baik itu di departemen maupun laboratorium bersama,” pungkasnya.

Catatan Redaksi: Bersama-kita lawan virus corona. SURYAMALANG.COM mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan. Ingat pesan ibu, 3M (Memakai masker, rajin Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved