Bak Langit dan Bumi, Tak Seperti Warga Tuban, Rakyat Timor Leste Tak Kaya Meski Bergelimang Minyak
Terlepas dari fakta bahwa proyek minyak justru menjadi berkah bagi rakyat Sumurgeneng, kondisi sebaliknya justru terjadi di Timor Leste.
Sekitar 90 persen pendapatan pemerintah berasal dari pendapatan minyak dan gas, sebagian besar dari tabungan yang di masa lalu dipompa ke dalam dana kekayaan negara yang kini semakin menipis.
Penurunan harga minyak dan gas sejak awal pandemi juga tidak membantu.
Selain itu, ini berarti Dili tidak harus bekerja sama dengan pemberi pinjaman internasional untuk mengumpulkan dana untuk proyek tersebut, atau dibebani oleh kondisi negara lain.
Saat ini, ladang minyak yang dibanggakan Timor Leste itu memiliki sumber daya yang makin menipis.
Pemerintah Timor Leste juga dinilai jor-joran dalam membelanjakan uang tersebut, daripada dana yang dihasilkan dari royalti penjualan minyak saat ini.
"Lebih dari 75 persen sumber daya di ladang Bayu-Undan dan Kitan telah habis," kata dokumen kementerian.
"Sejak 2012, pendapatan minyak dan gas menurun, tahun 2014 pendapatan minyak dan gas memberikan 40 persen lebih rendah kepada Timor Leste dibandingkan 2013," katanya.
Pada tahun 2014, dana minyak bumi itu menyumbang 93 persen dari total pendapatan negara, tetapi pemerintah membelanjakan dua kali pendapatan sebenarnya dari dana tersebut setiap tahun sejak 2008," jelasnya.
Hal itu membuat Timor Leste menuai banyak kritikan termasuk dari LSM Timor Leste, La'o Hamutuk.
Dia mengatakan, "total cadangan minyak dan gas hanya cukup untuk mendukung setengah dari tingkat belanja negara saat ini."
"Ini bisa mengosongkan Dana Perminyakan pada awal 2022," imbuhnya.
Duta Besar Timor Leste untuk Selandia Baru, Cristiano da Costa setuju dan mengatakan ini adalah masalah serius.
Terlepas dari masalah itu, anggaran negara Timor Leste hanya memiliki potongan kecil 1,5 persen.
Menurut Al Jazeera, cadangan minyak yang jadi pabrik uang Timor Leste diperkirakan akan kering tahun 2022 dan jika tidak ada penggantinya tahun 2027 negara itu bisa bangkrut.
"Ini adalah situasi yang menantang," kata da Costa.