Nasional
Polemik Vaksin Nusantara Abaikan Saran BPOM, Epidemiolog Dicky Budiman Ingatkan Soal Bahaya
Polemik Vaksin Nusantara Abaikan Saran BPOM, Epidemiolog Dicky Budiman Ingatkan Soal Bahaya
Dicky menyebutkan, strategi pandemi harus memilih teknologi riset yang jelas dan memiliki dasar ilmiah yang kuat dalam memberikan dampak pada kesehatan masyarakat.
Misalnya, penggunaan mRNA dalam vaksin Covid-19. Meski relatif baru, vaksin dengan metode mRNA memiliki rujukan ilmiah yang kuat.
"Nah kalau bicara vaksin Nusantara, teknologinya saja masih dalam kajian panjang."
"Studi praklinis masih terus dilakukan karena banyak hal yang belum mendapatkan hasil meyakinkan," ujar Dicky.
Terkait metode dendritik yang digunakan vaksin Nusantara, Dicky menilai, kurang tepat untuk digunakan sebagai strategi kesehatan masyarakat.
Selain membutuhkan SDM yang banyak dan intensif, vaksin itu juga membutuhkan biaya yang sangat mahal.
Terlepas dari itu, Dicky mengingatkan, suatu riset disebut valid dan akurat jika tahapan ilmiahnya ditaati dan dibuktikan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Vaksin Nusantara Abaikan Saran BPOM, Epidemiolog Ingatkan Bahayanya

Nama Jenderal TNI Andika Perkasa Mulai Disebut-Sebut, Kontroversi Vaksin Nusantara & Peneliti Asing
Vaksin Nusantara semakin menarik perhatian terlebih dengan munculnya kontroversi terkait proses pembuatan vaksin yang kini mulai dipertanyakan statusnya sebagai Vaksin buatan Indonesia itu.
Yang terbaru, nama Kepala Staf TNI AD (Kasad) Jenderal Andika Perkasa mulai disebut-sebut terkait kontroversi Vaksin Nusantara ini.
Jenderal Andika Perkasa diminta bersikap mengenai proses pembuatan Vaksin Nusantara di RSPAD Jakarta.
Pasalnya, polemik vaksin Nusantara di RSPAD Jakarta dinilai makin 'panas'.
Karenanya, Jenderal Andika Perkasa diminta bisa mencegah munculnya kegaduhan dan polemik yang berkepanjangan yang bisa meresahkan masyarakat, terutama dalam hal transparansi kegiatan yang dilakukan dr Terawan terkait dengan vaksin Nusantara.
Proses pembuatan Vaksin Nusantara di RSPAD Jakarta dianggap berpotensi meresahkan masyarakat, lantaran disinyalir tak terbuka alias tertutup.