Ramadan 2021
‘Khusyuk’ Ramadan di Tengah Pandemi
Ramadan 1442 H ini merupakan tahun kedua, umat Islam seluruh dunia beribadah puasa di tengah pandemi.
Semua berganti dengan ‘sunyi’.
Covid-19 telah mencipta kemeriahaan menjadi suatu kesenyapan.
Pandemi memberi batas bagi kaum muslim dalam melaksanakan peribadatan di bulan Ramadan.
Corona virus mengharuskan kita ‘banyak’ beribadah di rumah saja.
Bukan untuk menghilangkan kemeriahan, melainkan agar kemudharatan tidak terjadi.
Apakah kita akan kehilangan momentum, tatkala Ramadan tak semeriah sebelumnya?
Tentu saja tidak.
Yang hilang hanyalah kemeriahan yang bersifat duniawi.
Ibarat substansi dan aksidensi, kesemarakan itu aksidensi, bukan substansi diwajibkannya ibadah shaum di bulan Ramadan.
Kesemarakan bukan tidak penting, tapi ia tidak boleh mengalahkan makna hakiki tujuan berpuasa.
Jika kesemarakkan dikalahkan oleh wabah Covid-19 misalnya, substansi berpuasa tetap dapat kita temukan.
Bukankah dalam kesenyapan, semua refleksi akan menjadi lebih ‘mendalam’ dan bermakna.
Ramadan ini harus menjadi momentum muhasabah diri bagi umat Islam, yakni bulan untuk melakukan introspeksi diri dari berbagai sikap dan tindakan kita selama ini, sekaligus retrospeksi diri akan menjadi manusia seperti apa selanjutnya.
Ibadah di rumah saja memang mengurangi kesemarakan, tapi ia tidak boleh mengurangi kekhusyu’an dan kualitas berpuasa kita.
Bukankah di rumah saja, kita tetap bisa menjalankan salat berjamaah, takdarus Alquran, dan buka puasa bersama keluarga.