Berita Blitar Hari Ini
Harga Kedelai Naik, Disperdagin Kota Blitar Pastikan Belum Ada Gejolak di Masyarakat
Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Blitar terus memantau kenaikan harga harga kedelai.
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM, BLITAR - Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Blitar terus memantau kenaikan harga harga kedelai.
Disperdagin memastikan belum ada gejolak di masyarakat Kota Blitar terkait kenaikan harga kedelai.
"Sampai sekarang belum ada gejolak di masyarakat Kota Blitar terkait kenaikan harga kedelai," kata Adam Bachtiar, Kabid Pengawasan Perindustrian dan Perdagangan Disperdagin Kota Blitar kepada SURYAMALANG.COM, Sabtu (19/2/2022).
Adam mengatakan kenaikan harga di dalam negeri mengikuti kenaikan harga kedelai di dunia.
Sebab, menurutnya, mayoritas pemenuhan kebutuhan kedelai di dalam negeri bergantung pada impor dari luar negeri.
"Harga kedelai dunia naik, hal itu berdampak pada perajin tahu dan tempe di dalam negeri. Karena mayoritas kebutuhan kedelai di Indonesia impor dari luar negeri," ujarnya.
Dikatakannya, sampai sekarang Disperdagin Kota Blitar belum mendapat informasi dari pemerintah pusat soal kebijakan operasi pasar untuk menekan kenaikan harga kedelai.
"Belum ada informasi soal operasi pasar maupun subsidi kedelai untuk perajin tahu dan tempe," katanya.
Pelaku usaha tahu dan tempe di Kota Blitar, Imam Sutanto berharap pemerintah bisa menstabilkan kembali harga kedelai.
Sebab, menurutnya, kondisi harga kedelai yang naik turun membuat para pelaku usaha tahu dan tempe kebingungan dalam produksi.
"Harganya naik tidak masalah, tapi yang stabil. Seperti tahun lalu, dari harga normal Rp 7.000 per kilogram naik menjadi Rp 9.000 per kilogram, kami tidak masalah. Tapi, harganya stabil, tidak naik turun," katanya.
Sebelumnya, kenaikan harga kedelai belum mempengaruhi produksi pelaku usaha tahu dan tempe di Kota Blitar.
Sampai sekarang para pelaku usaha tahu dan tempe di Kota Blitar masih berproduksi normal.
Jumlah produksi dan harga jual masi tetap, meskipun sebagian pelaku usaha memilih mengurangi ukuran potongan tahu dan tempe untuk menyiasati mahalnya harga kedelai.