Berita Surabaya Hari Ini

APAB Dorong Prolegnas Agendakan Perubahan UU No 12 Tahun 2006 Soal Kewarganegaraan Ganda

LPPSP Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia dan APAB, menggelar webinar tentang 'Kewarganegaraan Ganda'

Penulis: Sri Handi Lestari | Editor: isy
APAB
Kegiatan webinar yang digelar secara virtual oleh Unit Kajian Kesejahteraan Sosial, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia dan APAB, tentang 'Kewarganegaraan Ganda: Identitas dan Kesetiaan Kebangsaan dalam Society 5.0'. 

Berita Surabaya Hari Ini

SURYAMALANG.COM | SURABAYA - Unit Kajian Kesejahteraan Sosial, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia dan APAB, menggelar webinar tentang 'Kewarganegaraan Ganda: Identitas dan Kesetiaan Kebangsaan dalam Society 5.0'.

Dari webinar itu, kewarganegaraan ganda sudah diakui atau ditolerir di lebih dari 130 negara, termasuk di antaranya Vietnam, Thailand, Cambodia, Filipina dan Australia.

Namun di Indonesia, kewarganegaraan ganda masih terbatas.

Menurut UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, kewarganegaraan ganda hanya dapat diberikan kepada anak yang secara de facto memiliki dua kewarganegaraan karena lahir dari perkawinan campuran atau lahir di negara yang menerapkan birthright citizenship (seperti Amerika Serikat).

Lagi pula, anak tersebut diwajibkan memilih satu kewarganegaraan setelah mencapai umur 18 tahun.

"Kebijakan ini masih meninggalkan beberapa persoalan bagi keluarga perkawinan campuran. Pertama, adanya pembedaan hak dengan keluarga Indonesia pada umumnya," kata Nia Schumacher, Ketua Aliansi Pelangi Antar Bangsa, dalam kegiatan yang digelar secara virtual oleh Unit Kajian Kesejahteraan Sosial, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (LPPSP), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia dan APAB, Sabtu (26/2/2022) lalu.

Kedua, kehilangan beberapa hak asasi manusia, seperti hak kewarganegaraan, hak untuk menghidupi keluarga/mencari pekerjaan, serta hak kepemilikan tempat tinggal untuk dapat diwariskan kepada pasangan dan keturunan mereka.

Salah satu keraguan pemerintah dalam menetapkan kewarganegaraan ganda adalah terkait dengan kesetiaan atau loyalitas warga negara yang juga memiliki kewarganegaraan lain terhadap negara Indonesia.

"Sebetulnya jika menilik lebih dalam, kesetiaan tidak dapat dipaksakan dengan membatasi kewarganegaraan," tambah Nia.

Dengan memperluas kesempatan untuk anggota keluarga perkawinan campuran berkontribusi kepada kedua negara asalnya, kewarganegaraan ganda dapat meningkatkan kesetiaan kepada kedua negara.

Selain itu, kewarganegaraan ganda akan menciptakan peluang baru untuk kemajuan pembangunan Indonesia dengan terlibatnya seluruh anggota keluarga perkawinan campuran sebagai sumber daya manusia yang berkualitas di Indonesia.

"Setiap orang yang tinggal di suatu negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara di mana mereka tinggal. Namun, hal tersebut tidak berarti loyalitas dalam mempertahankan kepentingan negara Indonesia harus diragukan," beber Nia.

Pengakuan terhadap kewarganegaraan ganda dapat dipandang sebagai bagian dari upaya negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara dan melindungi hak asasi warga negara terhadap status kewarganegaraannya.

Nia menyampaikan pihaknya kini tengah berupaya mendorong perubahan atas undang-undang No. 12 tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI yang saat ini sudah masuk Program Legislasi Nasional 2020-2024.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved