Berita Malang Hari Ini
Wabah PMK Merebak, Dekan Fakultas Peternakan UB: Jangan Takut Berkurban Sapi
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Prof Suryadi mengimbau kepada masyarakat agara tidak perlu takut berkurban sapi meski ada PMK
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: rahadian bagus priambodo
SURYAMALANG.COM|MALANG - Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB), Prof Suryadi mengimbau kepada masyarakat agara tidak perlu takut berkurban sapi meski saat ini sedang terjadi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sejumlah hewan ternak..
Sebab untuk berkurban sapi atau kambing harus memenuhi syariat dan dipastikan hewan kurban dalam kondisi sehat.
"Maka perlu edukasi pada masyarakat luas. Kalau mau kurban, kurban saja. Yang penting ternaknya sehat, memenuhi syariat," kata Suryadi pada suryamalang.com, Kamis (16/6/2022). Ia menyarankan agar membeli hewan kurban mendekati Idul Adha.
Selain itu, kalau bisa ada perjanjian dengan penjual bahwa jika terjadi sesuatu pada sapi kurban yang dibeli, bisa diganti oleh penjual. Apalagi pada H-7 Idul Adha, ada peraturan pemerintah yang membolehkan angkutan ternak lagi. Untuk melihat sapi terkena PMK, tanda-tandanya juga jelas.
"Saat memilih ternak, lihat ciri-cirinya. Maka lihat gejalanya. Gampang. Apalagi dari mulut keluar air liur meski badannya sehat. Serta ada pecah-pecah pada mulut moncong, dan di sekitar kaki lepuh serta demam. Jika diberi juga tidak mau," sebutnya.
Bagaimana dengan kambing? Dikatakan, sejauh ini tidak ada kasus. Meski pada teorinya, bisa kena. Tapi belum ada laporan selain sapi. Ia juga berharap, penjual juga jujur pada kondisi sapi yang dijualnya. Sapi yang dijual sebagai hewan kurban umumnya pakai sapi potong.
Dikatakan Suryadu, kasus PKM pada sapi belum terselesaikan dengan bagus. Karena PMK sendiri adalah penyakit yang ditularkan oleh virus dan sangat cepat penularannya. Karena itu memberi dampak luar biasa kepada ternak dan peternak. Sebab serangannya ganas dan cepat sekali.
Ini terutama pada ternak yang memiliki produksi tinggi seperti sapi perah yang rentan memiliki efek kematian. "Meski pada sapi potong memiliki daya tahan, tapi juga kena," kata dia. Virus ini menyerang ternak yang memiliki kuku belah. Karena manusia tidak kuku belah, maka tidak akan ada kaitannya pada manusia.
"Artinya tidak bersifat zoonosis (dari ternak dan mengenai manusia). Meski begitu, kita juga harus hati-hati. Karena penanganan ini bukan penularan pada manusia tapi berkaitan dengan airbone desease atau airbone virus yang mudah sekali ditularkan," katanya. Bahkan bisa melekat pada apapun.
Maka harusnyaa lebih perhatian kesana. "Daripada kita cenderung untuk mempersoalkan ini bisa dimakan atau tidak. Dengan demikian, ya dijaga adalah bukan manusianya yang kena tapi justru penularannya," jelas Suryadi. Karena bisa menempel orang, kendaraannya, pada daging, urine, feces dan lain-lain.
Tapi virusnya tidak tahan pada panas dan asap. "Jika dapat daging dan dilayukan, maka perlu waktu 8 jam minimal agar ph nya turun. Jika ph turun, maka otomatis mati," paparnya. Maka jika usai membeli daging segar sebelum disimpan di freezer, layukan dulu di kulkas atau dimasak di suhu tinggi mengalami denaturalisasi. "Denaturalisasi adalah rusak dari kondisi aslinya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/suryamalang/foto/bank/originals/Dekan-Fakultas-Peternakan-Universitas-Brawijaya-Prof-Suryadi.jpg)