TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA

Kisah Memilukan Tragedi Arema: PNS Gendong Korban Hingga Tewas, Istri Kehilangan Suami dan Anak

Banyak kisah memilukan tragedi Arema yang sangat menyayat hati akan kengerian tragedi pada malam itu. Simak rangkumannya berikut ini.

Penulis: Frida Anjani | Editor: Adrianus Adhi
Instagram
Kisah Memilukan Tragedi Arema 

Sesaat kembali ke atas tribun, dan peluit panjang melengking memungkasi pertandingan tersebut. Dadang melihat dengan kepala mata sendiri, beberapa suporter, satu per satu memanjat hingga melompati pagar pinggir stadion untuk berlari ke tengah lapangan. 

Jika selama ini, aksi para suporter tersebut dinarasikan sebagai bentuk aksi anarkis yang bertujuan menyerang pemain lawan; kesebelasan Persebaya Surabaya dan official timnya, Dadang menegaskan, hal tersebut salah besar. 

Sejauh mata memandang, ia melihat bahwa para suporter yang berlarian masuk ke tengah lapangan lalu menuju ke arah pintu masuk ruang ganti pemain, bukan untuk melakukan penyerangan. 

Melainkan, untuk memberikan pelukan hangat sebagai luapan emosi atas kemenangan dalam pertandingan tersebut, yang belum berpihak pada mereka. 

Bahkan, lanjut Dadang, aksi beberapa suporter lainnya, malah hanya sekadar numpang untuk meminta swafoto bersama para pemain Arema FC idolanya. 

"Nah waktu itu kita diamankan Match Steward disuruh kembali, naik kembali (tribun). Saat naik kembali, mungkin dikira teman-teman itu adalah gegeran. Jadi dari tribun utara dan selatan, spontan turun, dikira gegeran. Dan itu tidak ada perlawanan sama sekali pada steward, nurut arek-arek," terangnya. 

Ternyata, aksi dari sejumlah suporter yang merangsek masuk berlarian hingga ke tengah lapangan tersebut, malah direspon lain, bahkan terlalu keras oleh para aparat berwajib yang berjaga. 

Kerumunan ratusan aparat yang semula berada di sudut-sudut gelap pinggiran stadion, bergerak gegap-gempita mengejar setiap suporter yang telah menjadi sasaran mereka. 

Tak pelak, tendangan, hingga pukulan mendarat ke arah tubuh para suporter yang posturnya lebih kecil dari mereka. 

"Ketika turun, mereka sudah berulah, membawa pentungan, dan membawa tameng dan membubarkan kami," katanya. 

Namun, terlepas dari pemandangan kekerasan yang dilihatnya dari atas tribun. Dadang mengaku, kengerian sesungguhnya adalah ketika bola pelontar gas air mata tiba-tiba jatuh di tengah kerumunan ratusan suporter di tribun 13.

Baginya, momen itu merupakan petaka laiknya film horor yang benar-benar dilihat dan dirasakannya secara nyata. Rasa pedih sesak yang ditimbulkan gas tersebut, langsung meracuni setiap orang di area tersebut. 

Seingatnya, saat itu aparat menembakkan pelontar gas air mata sebanyak tiga kali, di area tribun yang berbeda namun dalam jarak yang nyaris berdekatan. 

Terpaksa, ia bersama temannya asal Lampung itu, berupaya membelah kepungan kabut asap putih bebal nan beracun itu. 

Memanfaatkan jaket yang disingkapnya menjadi penutup kepala, sebuah teknik menyelamatkan diri dari paparan gas air mata, semasa dirinya menjadi demontran saat berkuliah dulu, Dadang akhirnya mampu menyibak kepulan gas tersebut. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved