Berita Malang Hari Ini
Apa Itu Ekshumasi ? Berikut Penjelasan Ahli Forensik Universitas Brawijaya
Istilah ekshumasi banyak dipakai media terkait kematian seorang Aremania dari tragedi Stadion Kanjuruha
Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: rahadian bagus priambodo
SURYAMALANG.COM|MALANG-Istilah ekshumasi banyak dipakai media terkait kematian seorang Aremania dari tragedi Stadion Kanjuruhan.
Keluarga korban tragedi Kanjuruhan meninginkan agar penyebab kematian anaknyanya terang dengan cara diautopsi.
Ahli forensik Universitas Brawijaya (UB) yaitu dr Eriko Prawestiningtyas SpF memberikan literasi tentang istilah ekshumasi pada suryamalang.com, Kamis (3/11/2022).
"Ekhumasi adalah upaya penggalian penggalian jenazah atau menggali kembali kuburan dari makam atau jenazah untuk dibongkar untuk pemeriksaan berikutnya," jelas dr Eriko yang juga dikenal sebagai Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran UB.
Dikatakan, hal ini dilakukan karena diperlukan untuk membantu proses membuat terang suatu perkara. Pembongkaran jenazah juga bisa dilakukan bukan karena karena kasus. Tapi jenazah dipindahkan ke makam lain juga disebut ekhumasi.
"Untuk penggalian makam untuk membuat terang satu perkara, maka ada otoritas yang meminta resmi. Misalkan kepolisian atau penyidik," kata dia. Atau karena permintaan sendiri misalkan memindahkan jenazah ke tempat X ke Y.
Tujuan ekhumasi untuk menerangkan perkara yaitu pertama untuk mendapatkan indentifikasi ulang. Kedua untuk mendapatkan tambahan-tambahan keterangan/penjelasan. Ketiga untuk memperkirakan cara kematiannya.
"Banyak sekali yang mempengaruhi keberhasilan dari kegiatan ini. Sebab saat jenazah sudah dimakamkan sudah terjadi proses pembusukan pada jenazah itu," kata dia. Semakin lama dimakamkan, akan memberi pengaruh. Sebab cuaca, kondisi tanah dll memberi pengaruh pada jenazah.
"Memang semakin cepat dimakamkan dan dibongkar, semakin baik. Jika semakin lama dimakamkan, kemungkinan ada perubahan-perubahan pada jenazah tersebut," paparnya. Dikatakan, cuaca dan kondisi lingkungan juga mempengaruhi juga.
Begitu juga kadar air dalam tanah juga mempengaruhi kondisi jenasahnya. "Jika bicara soal keawetan jenazah, baik jenazah di atas tanah dan dalam tanah, prosesnya pembusukan tetap berjalan. Proses pembusukan pasti ada," jelas dia.
Sejauh mana keakuratan didapat dari ekhumasi? "Tergantung kondisi saat diangkat dari dalam tanah. Kita lihat kondisi fisiknya seperti apa? Bisa saja masih bagus. Bisa juga tidak bagus," urainya. Untuk kegiatan otopsi dilakukan di makam dan RS apa beda? Ia menjawab harus melihat sarana dan prasana juga.
Artinya ketika akan melakukan proses ekhumasi (penggalian jenazah forensik). Untuk melaksanakan ini, maka maka harus mendapatkan informasi awal dulu. Apa kasusnya? Berapa korbannya? Modusnya seperti apa? Tujuannya agar bisa proper menempatkan jumlah kru yang akan berangkat, berapa personil yang disiapkan.
Selain itu juga mencari informasi medannya seperti apa? Sehingga bisa menyiapkan transportasi dan akomodasi. Baru kemudian meminta penyidik untuk mengatur kegiatan penggalian jenazah itu untuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Dikatakan, pada saat melakukan pemeriksaan, banyak alternatif yang bisa dilakukan.
Jika melihat jaraknya, memungkinkan gak diperiksa di RS? Maka perlu menghitung kembali berapa lama kesana lalu dimakamkan lagi. Jika tidak memungkinkan, bisa dilakukan di onsite makam.
Jika tidak memungkinkan maka perlu dipikirkan pemeriksanaan cadangan yang layak.
Misalnya dengan ke RS terdekat untuk melihat mana yang feasible dan efisien. "Apalagi jika sekarang kan sering hujan. Setelah selesai, diserahkan pada keluarga untuk dimakamkan lagi.
Untuk alat-alat yang dibawa untuk kegiatan itu, bisa membawa alat yang portable.
Apa saja yang dilakukan dalam otopsi? "Pemeriksaan jenazah komplit itu untuk membuka area-area tubuh untuk menentukan apakah ada organ-organ tubuh yang mendukung atau mensupport agar tahu orang itu meninggal dunia karena apa," kata dia.
Maka, lanjutnya, otomatis akan dibuka di daerah seperti rongga kepala, badan, perut dan organ-organ dalam. Pada saat melakukan pemeriksaaan organ dalam, belum tentu dilakukan dengan kasat mata. Kadang butuh tambahan. Adakah jaringan yang mati atau rusak?
Maka akan disisihkan sebagkan sample sesuai kecukupan. Ia mencontohkan hal itu seperti pasien yang panas badannya. Apakah kena malaria atau lainnya. Maka perlu sampel darah. Tentang waktu yang cukup tepat untuk melakukan ekhumasi, menurur Eriko sesuai teori kurang dari satu sampai dua minggu.
"Sebaiknya jangka waktu itu. Di luar itu jadinya tidak urgent. Sebab semakin cepat semakin baik sehingga mendekati kematian awalnya," paparnya. Sylvianita Widyawati.