Berita Pasuruan Hari Ini
Ada Pungli dan Mafia di Balik Program Bagi-bagi Lahan Perkebunan di Desa Tambaksari, Pasuruan
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyerahkan 352 sertifikat ke 247 warga Desa Tambaksari atas tanah perkebunan bekas Belanda, 28 Desember 2022.
Penulis: Galih Lintartika | Editor: Yuli A
SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Redistribusi sesuai dengan instruksi Presiden Republik Indonesia Jokowi yang dilakukan di Desa Tambaksari Kecamatan Purwodadi beberapa waktu lalu akhirnya menyisahkan persoalan.
Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA) membawa permasalahan di balik program redistribusi itu ke kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan atau Kejari Bangil, Kamis (16/2/2023).
Direktur PUSAKA Lujeng Sudarto mengatakan, PUSAKA mendapatkan kuasa dari 23 warga Desa Tambaksari yang merasa dirugikan akibat program Redistribusi, yakni peralihan tanah milik negara menjadi milik warga.
Seperti diberitakan, Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menyerahkan 352 sertifikat ke 247 warga Desa Tambaksari atas tanah perkebunan bekas Belanda, 28 Desember 2022.
Tanah itu sudah hampir 100 tahun lebih tidak memiliki kejelasan, akhirnya kini resmi menjadi milik masyarakat secara legal. Pelegalan itu dilakukan melalui program Redistribusi yakni penyelesaian reforma agraria.
Saat itu, Menteri menyampaikan bahwa Presiden meminta reforma agraria itu diselesaikan agar rakyat memiliki kepastian hukum, karena biasanya permasalahan yang dialami rakyat ini bisa terjadi puluhan tahun.
“Kami mendapatkan kuasa dari warga yang mencium adanya permainan dalam program ini. Setelah kami pelajari, kami temukan adanya indikasi permainan yang melibatkan mafia tanah,” katanya.
Disampaikan dia, di dalam proses pensertifikatan itu terdapat dugaan pungutan liar. Menurutnya, dalam proses pengajuan sampai terbit sertifikat tanah di Desa Tambaksari dipromotori oleh panitia yang ditunjuk oleh Kades.
“Yang menjadi ironi, setelah terbit sertifikat, pihak Panitia membebankan biaya cukup signifikan kepada masyarakat dengan dalih untuk biaya Swadaya dan juga disertai biaya BPHTB,” lanjutnya.
Padahal, kata dia, sesuai data yang ada untuk biaya Swadaya, per-meter persegi ditetapkan sebesar Rp. 2000 ribu dan pembayaran sertifikat tersebut bergantung luasan tanah yang ada.
“Ini dihitung berdasarkan perbidang tanah sebagaimana lazimnya pembuatan sertifikat tanah. Disamping itu,
masyarakat diwajibkan membayar BPHTB sebagaimana keterangan BPN yang tertera dalam sertifikat,” urainya.
Menurut dia, penetapan biaya dengan dalih Swadaya untuk sertifikat tersebut penarikanya tidak lazim dan tidak
seperti pada umumnya berdasarkan perbidang tanah, bukan per-meter tanah.
“Sehingga biaya sertifikat tanah tersebut sama dengan jual beli tanah yang dihitung harganya per-meter persegi (m2). Atas hal itu, terdapat masyarakat yang keberatan dengan biaya Swadaya tersebut,” tambahnya.
Selain itu, kata Lujeng, warga Desa Tambaksari yang tidak bersedia membayar atau membeli tanah ke salah satu pihak yang ditunjuk oleh Kades dan panitia, maka tanah akan mensertifikatkan tanah itu atas oknum tersebut.
“Sebagian masyarakat juga diwajibkan kades dan panitia untuk membeli tanah ke oknum yang ditunjuk dan notabene bukan warga setempat tapi warga Lawang, Kabupaten Malang,” ungkapnya.
Bandar Sabu Pandaan Tertangkap Basah Simpan Sabu 2 Kg , Hanya Terima Order Paket Besar dari Lapas |
![]() |
---|
Selaras dengan Program Presiden Prabowo, Polres Pasuruan Bagikan Makan Bergizi Gratis untuk Murid SD |
![]() |
---|
Pengadaan Pembangunan Gedung BPBD Senilai Rp 19,5 Miliar Digugat, BPBJ Pastikan Sesuai Prosedur |
![]() |
---|
Banjir Pasuruan, Sejumlah Wilayah Terendam Banjir Hingga 1 Meter Usai DIguyur Hujan Dua Hari |
![]() |
---|
Ramp Check Jip Bromo, Puluhan Angkutan Wisata Gunung Bromo Dicek, Antisipasi Kecelakaan Libur Nataru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.