Berita Tulungagung Hari Ini
Satu Pasien TBC Resisten Obat Meninggal Dunia, 12 Lainnya Masih Taat Berobat
Seorang pasien Tuberkulosis (TBC) resisten obat yang dalam pengawasan Dinas Kesehatan Tulungagung meninggal dunia.
Penulis: David Yohanes | Editor: Yuli A
SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Seorang pasien Tuberkulosis (TBC) resisten obat yang dalam pengawasan Dinas Kesehatan Tulungagung meninggal dunia.
Pasien ini bagian dari 13 orang penderita TBC resisten obat yang berjuang untuk sembuh.
Namun kondisi pasien memburuk karena ada penyakit lain, hingga akhirnya tak tertolong.
“Ada penyakit penyerta lainnya sehingga kondisi pasien drop. Akhirnya minggu lalu pasien meninggal dunia,” terang Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinkes Tulungagung, Didik Eka.
Lanjut Didik, TBC resisten obat biasanya dipicu oleh sikap pasien yang tidak taat berobat.
Didik mencontohkan, pada pasien TBC sensitif obat namun putus berobat, sering ganti obat, atau mengobati penyakitnya sendiri.
Akhirnya kuman yang ada di dalam dirinya berubah menjadi kebal dan resisten dengan obat TBC biasa.
“Kalau sudah kumannya sudah resisten obat, maka obat yang biasanya itu sudah tidak mempan. Harus ditingkatkan lagi,” ungkap Didik.
Pasien TBC resisten obat akan menularkan kuman TBC yang resisten obat juga.
Karena itu setiap pasien TBC wajib diobati secara benar dan taat berobat hingga sembuh.
Jika TBC biasa waktu berobat 6-9 bulan, TBC resisten obat butuh waktu 9-24 bulan.
Selain itu butuh upaya ekstra dari kader TBC, para tenaga Kesehatan dan pengawas obat.
Mereka setiap hari wajib memastikan setiap pasien minum obatnya secara rutin.
Ada sekitar 24 obat yang harus diminum pasien TBC resisten obat.
“Memang butuh perjuangan, kami harus menunggui sampai obatnya habis. Kadang prosesnya sampai 2 jam,” ungkap Didik.
Dinkes juga memberikan uang transportasi kepada pasien sebesar Rp 700.000.
Uang ini sebagai ganti biaya transportasi ke Puskesmas setiap bulan.
Didik mengingatkan, penderita TBC hanya punya dua pilihan: berobat dan sembuh atau lari dari pengobatan dan meninggal dunia.
“Obatnya disediakan gratis oleh pemerintah, dan bisa diakses di Puskesmas. Kami damping sampai pasien sembuh,” tegas Didik.
Lebih jauh Didik mengatakan, penyakit TBC sering mendapat stigma negatif.
TBC dianggap penyakit kotor, penyakit kutukan, penyakit orang miskin dan sebagainya.
Akibatnya banyak pasien yang sudah divonis TBC masih mencari second opinion (pendapat kedua).
“Silakan cari second opinion, tapi wajib sama-sama secara medis. Jangan cari second opinion di paranormal, pasti jawabannya beda,” pungkas Didik.
Pemkab Tulungagung Butuh Rp 16 Miliar dari BTT Pemprov Jatim Untuk Pemulihan Jalan dan Jembatan |
![]() |
---|
FAKTA Hutan Berubah Jadi Ladang Jagung, jadi Sumber Ancaman Bencana Alam di Tulungagung Selatan |
![]() |
---|
Pesepeda Tampil di Hell2Man, Taklukan Rute Pegunungan Waduk Wonorejo Tulungagung - Kecamatan Sendang |
![]() |
---|
Memperbaiki Data Dari Desa, BPS dan Pemkab Tulungagung Mencanangkan Desa Cinta Statistik |
![]() |
---|
Banjir di Tulungagung, Banyak Sepeda Motor Mogok Terjebak di Simpang Orari |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.