Berita Surabaya Hari Ini
Wakil Ketua DPRD Jatim Ungkap Modus Korupsi dari Pencarian Dana Hibah
Bukan hal baru apabila ada anggota DPRD meminta komisi ketika berhasil mencairkan dana hibah dari pemerintah ke masyarakat.
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Yuli A
SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Surabaya menggelar sidang keempat terdakwa korupsi Sahat Tua P Simandjuntak, Wakil Ketua DPRD Jatim dari Partai Golkar, Selasa (13/6/2023).
Sahat berkuasa berkat konstituennya dari daerah pemilihan Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan dan Ngawi,. Namun kenyataannya, setelah berkuasa, dia malah mengurus wilayah Bangkalan, Madura. Sahat diadili karena menggarong banyak uang negara.
Agenda sidang kali ini menghadirkan para saksi, antara lain Wakil Ketua DPRD Jatim, Achmad Iskandar dari Partai Demokrat.
Politisi asal Pamekasan, Madura, itu menjadi anggota DPRD Jatim selama 20 tahun.
Tim jaksa KPK mencecar Achmad Iskandar terkait kebusukan wakil wakyat terkait perkara korupsi ini.
Achmad Iskandar mengaku sering mendengar istilah-istilah ijon, Ijon fee atau cash back. Seluruhnya mengacu pada urusan uang.
Istilah itu beredar setiap kali pemerintah akan menurunkan dana hibah pokok pikiran (Pokir) masyarakat lewat pengajuan anggota dewan.
"Kalau istilah ijon fee ya sering dengar," ungkap Iskandar.
Dia membeberkan banyak hal yang pada intinya dapat disimpulkan bahwa bukan hal baru apabila ada anggota DPRD meminta komisi ketika berhasil mencairkan dana hibah dari pemerintah ke masyarakat.
Iskandar memberikan keterangan tersebut diawali dengan menjabarkan bagaimana cara agar anggota dewan bisa mencairkan dana hibah. Anggota dewan biasanya terlebih dahulu melakukan reses ke konstituen di daerah pemilihan (dapil).
Anggota dewan mengajukan dana hibah sesuai dapil masing-masing adalah aturan mutlak. Namun kenyataannya tidak demikian. Ada beberapa anggota dewan yang mengurus dana hibah di luar dapil, salah satunya Sahat Tua P Simandjuntak.
"Aturannya harus sesuai dapil. Kalau ada yang di lain tempat, itu urusan masing-masing," katanya.
Selain Iskandar, saksi lain yang dihadirkan adalah anggota DPRD Jatim Abdul Alit Suyatno, Priasmoro, Ahmad Silaludin, Muhammad Reno Sukarnain, dan Andik Fajar.
Berbeda dengan Iskandar, semua saksi itu berdalih tidak tahu soal istilah ijon fee dana hibah.
Selain itu, ada pula pengakuan yang cukup menggelitik dari para anggota dewan itu. Satu contoh pertanyaan soal mekanisme pembuatan laporan pertanggung jawaban setelah dana hibah cair.
Setelah dana hibah turun, masing-masing pokmas wajib mengirim laporan pertanggung jawaban ke anggota dewan.
Anggota dewan pun harus memeriksa untuk memastikan anggaran terserap sesuai peruntukannya. Hanya saja, sebagian besar mengaku tidak pernah memeriksa.
JANGAN KAGET! Jadi Wali Kota/Bupati Butuh Modal 70 Miliar, Jadi Gubernur Butuh Modal 1,7 Triliun |
![]() |
---|
Universitas Ciputra Surabaya Kukuhkan Guru Besar Bidang Transformasi Keuangan Digital |
![]() |
---|
Rumah Sakit Baru Pemkot Surabaya RSUD Eka Candrarini Diresmikan, Layanan Unggulan Bagi Ibu dan Anak |
![]() |
---|
Pemprov Jatim Distribusikan PLTS ke Sekolah, Ajak Gunakan Green Energy |
![]() |
---|
Kesenjangan dan Lemahnya Inovasi Pendidikan Masih Jadi PR Besar di Jatim, Anggaran 2024 Justru Turun |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.