Berita Surabaya Hari Ini

71 Orang Surabaya Keracunan Daging Kurban, Ternyata Mengandung Bakteri Salmonella sp

Daging kurban meracuni 71 orang di Surabaya ternyata positif terkontaminasi bakteri Salmonella sp.

Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Yuli A
bobby c koloway
JOROK - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menemukan sejumlah warga yang membuang kotoran hingga mencuci jeroan hewan kurban Idul Adha di sungai, Kamis (29/6/2023). 

Setelah melalui pemeriksaan mikrobiologi dengan menggunakan metode biakan konvensional, menunjukkan bahwa makanan positif terkontaminasi bakteri Salmonella sp.

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Hasil penelitian Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya terhadap sampel makanan warga keracunan di Surabaya telah keluar. Dari sana terungkap penyebab puluhan warga di Kenjeran alami keracunan pertengahan pekan lalu.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Surabaya telah menyerahkan sampel makanan dari warga wilayah Kalilom Lor Indah GG Seruni II, RT 12/RW 10, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran. Di kawasan tersebut, 71 warga sempat dirawat karena mengalami keracunan, Kamis malam (30/6/2023).

Dalam pemeriksaan tersebut, Dinkes menyerahkan 4 sampel makanan yang sempat dikonsumsi.  Yakni sate daging, gulai daging, krengsengan daging, dan air mineral. 

Setelah melalui pemeriksaan mikrobiologi dengan menggunakan metode biakan konvensional, menunjukkan bahwa makanan positif terkontaminasi bakteri Salmonella sp.

Bukan satu makanan, namun untuk ketiga makanan sekaligus. "Daging yang digunakan untuk memasak sate, gulai daging dan krengsengan mengandung bakteri Salmonella sp," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina di Surabaya, Kamis (6/7/2023).

Hasil tersebut mengindikasikan ada kesalahan dalam proses memasak. "Hal ini kemungkinan disebabkan oleh daging yang diolah kurang dicuci bersih dan dimasak kurang matang,” kata Nanik.

Salmonella merupakan kelompok bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan.

Biasanya, bakteri ini hidup di saluran usus hewan. Namun, dapat ditularkan ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi kotoran hewan.

Selain itu, konsumsi makanan yang kurang matang dan tidak dicuci juga dapat meningkatkan risiko terkontaminasi.  "Masa inkubasi Bakteri Salmonella sp adalah 6 hingga 72 jam," katanya.

"Hal ini sejalan dengan hasil penyelidikan epidemiologi oleh Tim Dinkes Kota Surabaya bahwa sebagian besar kasus mengalami gejala awal pada jam ke 9 hingga 10 jam setelah menyantap hidangan yang disajikan,” kata Nanik.

Di antara gejala yang dirasakan adalah diare (20,80 persen), panas (17,20 persen), pusing (17,20 persen), mual (16,00 persen), lemas (15,20 persen), hingga muntah (13,20). “Gejala-gejala tersebut merupakan beberapa gejala yang mengindikasikan seseorang terinfeksi bakteri Salmonella sp,” katanya.

Tak ingin kejadian tersebut terulang, Nanik menerangkan sejumlah langkah antisipasi. Di antaranya, proses penyembelihan harus higienis.

Kemudian, pendistribusian tidak lebih dari 2 jam. Mengingat, daging mempunyai kandungan protein dan mudah membusuk.

Tak hanya itu, masyarakat juga harus memperhatikan proses pengolahan dan penyimpanan. Dalam hal penyimpanan misalnya, daging harus dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

“Antara daging sapi dan kambing berbeda waktu penanganannya. Daging kambing lebih mudah rusak dibandingkan dengan daging sapi," katanya.

Kambing dengan kandungan protein lebih tinggi bisa bertahan kurang dari 6 jam dalam suhu ruangan. Sehingga, apabila daging kambing berada lebih dari 6-10 jam maka cenderung rusak.

Berbeda halnya dengan daging sapi. "Sehingga daging sapi dan kambing tidak boleh dicampur,” katanya.

Dari sisi kebersihan, masyarakat harus memastikan bahan pangan yang akan dikonsumsi telah dicuci bersih. Kemudian, proses pengolahan harus dilakukan hingga benar-benar matang.

Misalnya, dengan memasak pada suhu >70 derajat celcius. Peralatan masak yang digunakan bersih dan tidak berkarat.

"Jangan lupa mencuci tangan sebelum makan, dan jangan menyantap makanan yang sudah berbau tidak sedap, berlendir, atau berjamur,” ujarnya.

Nanik juga mengimbau masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam berkegiatan sehari-hari secara disiplin dan konsisten. “Tentunya untuk mencegah risiko penularan penyakit baik dari lingkungan maupun dari bahan pangan yang dikonsumsi,” katanya.

Setelah sempat mendapatkan penanganan intensif di puskesmas hingga rumah sakit, seluruh pasien yang mengalami keracunan telah dinyatakan pulih sejak Rabu (5/7/2023). Mereka pun diperbolehkan pulang. 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved