Berita Pasuruan Hari Ini

2 Pengurus Lembaga Pendamping Rakyat Justru Memeras Rakyat di Desa Tambaksari, Pasuruan

Siti Fikriyah Khuriyati dan M Hanafiah dari Gerakan Masyarakakat (GEMA) Perhutanan Sosial terlibat pungutan liar terhadap warga penerima tanah.

Penulis: Galih Lintartika | Editor: Yuli A
galih lintartika
Lujeng Sudarto, Direktur Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (PUS@KA). 

SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (PUS@KA) mendesak penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan untuk segera menangkap dua tersangka lain dalam kasus pungutan liar (pungli) program redistribusi tanah di Desa Tambaksari Kecamatan Purwodadi.

Masih ada dua orang yang belum ditahan yakni Siti Fikriyah Khuriyati dan M Hanafiah. Keduanya adalah orang penting di Gerakan Masyarakakat (GEMA) Perhutanan Sosial, yakni Ketua Umum dan Sekjen GEMA. Saat ini, mereka masih dalam tahap pencarian. 

Lujeng Sudarto, Direktur PUS@KA, menduga, kedua orang ini adalah mastermind atau dalang di balik terjadinya pungli dalam program redistribusi tanah ini. “Maka, saya harap penyidik segera menahan mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata alumni Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, Jumat (18/8/2023). 

Dia mengatakan, ketika dua orang tersangka ini sudah ditahan, kasus pungli ini bisa semakin terbuka secara jelas. Praktek curang ini bisa dibongkar sampai ke akar - akarnya. Apalagi, kasus yang sudah masuk dalam persidangan ini, GEMA Perhutanan Sosial memiliki peran penting. 

BERITA TERKAIT:

Program Jokowi Bagi-bagi Tanah Berujung Pungli, Jaksa Pasuruan Periksa 108 Saksi

Jaksa Pasuruan Incar Para Pemeras 247 Warga Hampir Rp 2 Miliar Terkait Reforma Agraria

Ada Pungli dan Mafia di Balik Program Bagi-bagi Lahan Perkebunan di Desa Tambaksari, Pasuruan

“Peran GEMA Perhutanan Sosial sangat besar dalam kasus ini. Mereka diduga kuat terlibat dalam skenario jahat menarik pungli ke masyarakat atas program redistribusi dengan dalih itu sudah sesuai dengan ketentuan dan perundangan yang ada,” paparnya. 


Di sisi lain, kata Lujeng, keputusan Kepala Staf Kepresidenan nomor 1B/T tahun 2023 ini juga perlu direvisi. Dalam SK itu, GEMA Perhutanan Sosial juga masuk dalam tim percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria tahun 2021. 

Gema memiliki tugas membantu negara dalam mempercepat melalui kolaborasi dan langkah konkrit untuk percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria sebagai yang menjadi salah satu arahan presiden. 


“Ini kan ironi, organisasi yang dipercaya pemerintah justru memanfaatkan itu dengan mengambil untung di dalamnya. Mereka memanfaatkan SK itu mencari keuntungan pribadi dan kelompoknya. Saya kira SK itu perlu direvisi dan kalau perlu nama GEMA Perhutanan Sosial dicoret saja,” urainya.  


Dengan indikasi dugaan keterlibatan Ketua Umum dan Sekjen GEMA Perhutanan  Sosial dalam kasus ini sudah cukup untuk merevisi itu. “Artinya, amanah yang diemban organisasi ini tidak dijalankan dengan baik. Apalagi, yang menjadi korbannya adalah masyarakat,” paparnya. 


Minimal, kata Lujeng, ada sanksi dan hukuman yang diterima GEMA Perhutanan Sosial atas dugaan keterlibatan dalam perkara ini. “Negara memberikan kepercayaan kepada GEMA untuk membantu pemerintah menyelesaikan konflik, justru disalahgunakan,” tegasnya. 


Dia menyebut, upaya pengembalian uang ke warga belakangan ini berjalan massif itu tidak jelas asal usulnya. Pasal 4 UU Tipikor menyatakan, pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidananya. 


“Apalagi pengembalian kepada warga tersebut tidak jelas asal usulnya dan melalui mekanisme yang melawan hukum. Pengembalian uang ke warga itu harus melalui persidangan dan hasilnya sudah berkekuatan hukum tetap,” tutup Lujeng. 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved