Berita Malang Hari Ini

Beras untuk PBP di Kota Malang Disaluran Lebih Awal Imbas Kenaikan Harga

Badan Urusan Logstik Cabang Malang menyalurkan 240 ton beras untuk Penerima Bantuan Pangan (PBP) di Kota Malang

Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
Seorang warga di Pasar Bunulrejo Kota Malang menunjukan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang ia terima dari Bulog. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Badan Urusan Logstik Cabang Malang menyalurkan 240 ton beras untuk Penerima Bantuan Pangan (PBP) di Kota Malang.

Kecamatan Blimbing menjadi lokasi perdana penyaluran bantuan tersebut. Bulog mengalokasikan beras 45 ton 910 Kg untuk kecamatan Blimbing.

Jumlah itu direncanakan tersalur kepada 4.591 KK yang ada di Kecamatan Blimbing. Khusus Kelurahan Blimbing sendiri, ada sebanyak 5 ton 510 Kg yang disalurkan.

Kepala Bulog Cabang Malang, Siane Dwi Agustina menjelaskan, ada 24 ribu warga yang disasar untuk mendapatkan bantuan di Kota Malang.

Ia juga menjelaskan bahwa penyaluran kepada PBP ini lebih awal dari jadwal semula. Bulog rencana menyalurkan bantuan pada Oktober hingga Desember 2023.

"Ini salah satu upaya pemerintah dalam melihat harga beras saat ini. Makannya kami percepat, rencana semula Oktober sampai Desember, menjadi September sampai dengan November," ujar Siane, Senin (11/9/2023).

Harga beras masih tinggi. Di Pasar Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Usman Hadi seorang pedagang menjual beras medium di harga 54.500. Beras medium itu ia dapat dari Bulog.

"Saya beli ke Bulog seharga Rp 51.500. Biasanya kan ada pedagang lain yang datang ke sini juga, kalau pedagang sini saya jual di harga Rp 5.300 agar mereka bisa jual harga Rp 54.500 juga," ujar Usman.

Usman mendapatkan pasokan 100 kantong beras medium ukuran 5 Kg dari Bulog dua hari lalu. Saat ini, Senin (11/9/2023), beras dari Bulog telah terjual.

Harga beras premium juga ikut naik di tempat Usman. Semula di harga Rp 66.250, menjadi Rp 67.250. Usman menyatakan, stok beras premium saat ini aman sehingga penjualannya juga lancar.

Usman memperkirakan kenaikan harga akan terus terjadi hingga masa panen raya tiba pada tahun depan.

"Biasanya kalau panen raya harganya turun. Kalau sekarang, saya kira akan naik terus sampai panen raya itu," katanya.

Kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini bisa jadi bersumber dari sisi produksi. Akademisi yang membidangi ekonomi pertanian dari Universitas Airlangga, Tri Haryanto Ph.D berpendapat selain sisi produksi, faktor lain yang memengaruhi kenaikan harga dari sisi distribusi.

"Bulan-bulan ini mestinya sudah mulai musim panen gaduh, tetapi faktanya di beberapa daerah penghasil padi diperkirakan musim panen pada akhir September hingga Oktober."

"Bahkan mungkin stok gabah tidak ada. Kesimpulan sementara berkurangnya penawaran (supply) terutama komponen produksi yang memicu kenaikan harga. Faktor lain juga bisa, misalnya distribusi, tetapi ini pastilah akan mempengaruhi stok dan selanjutnya penawaran," ujar Tri.

Selanjutnya, stok juga pasti akan makin menipis sehingga meski permintaannya tetap, penawaran beras turun dan harga akan merangkak naik. Ini sesuai hukum permintaan.

Menurut Tri, seharusnya harga akan stabil hingga satu atau dua bulan ke depan sejalan dengan meningkatnya produksi dan stok.

"Namun, prediksi ini bisa saja 'mbleset' jika terjadi kegagalan panen karena perubahan cuaca ekstrem. Saya sempat tanya kepada petani, saat ini harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) masing-masing sudah sekitar Rp 600 rb/kuintal dan Rp 700 rb/kuintal di tingkat penggilingan."

"Jika benar maka harga beras akan sekitar Rp 14 ribu hingga Rp 15 ribu per Kg. Tergantung pada kualitas dan daerahnya. Sejauh pengamatan saya, meski konsumsi per kapita beras masyarakat masih tinggi, tetapi ada tren menurun. Oleh itu, kenaikan harga beras hampir pasti bersumber dari sisi penawaran terutama produksi," paparnya.

Tri menyatakan, pemerintah harus bisa mendorong stabilisasi harga. Stabilisasi penting karena beras adalah makanan pokok dan sudah dianggap komoditas politik.

Pemerintah harus segera melakukan stabilisasi harga dengan memanfaatkan cadangan atau stok beras pemerintah melalui operasi pasar. Upaya ini sejatinya untuk meningkatkan stok beras di pasar, sehingga meredam kenaikan harga.

"Namun, ini sifatnya sementara dan tentu saja menjadi kurang efektif untuk jangka waktu yang lama. Dalam kondisi mendesak, ketika cadangan beras makin menipis dan produksi bermasalah maka biasanya impor menjadi pilihan terpaksa."

"Pada kasus di daerah tertentu, impor tidak selalu harus beli beras dari negara lain. Impor juga berasal dari daerah yang kelebihan beras. Istilah yang lebih tepat mungkin realokasi atau redistribusi," ujarnya.

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved