Berita Malang Hari Ini

Pemkot Malang Sekadar Ingatkan Bahaya Rakit Penyeberangan di Kali Brantas

"Kecelakaan air itu menguras energi, jiwa dan psikis. Kami tidak ingin membiarkan warga seperti itu. Kami harus mengedukasi," ucapnya.

Penulis: Benni Indo | Editor: Yuli A
purwanto
Sejumlah siswa dan warga menyeberang aliran sungai Brantas menggunakan perahu rakit atau getek di Kelurahan Mergosono, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (3/10/2023). Warga dengan swadaya membuat perahu rakit karena Jembatan Lembayung di perbaiki. Perbaikan Jembatan Lembayung ditutup total karena perbaikan dengan menelan anggaran Rp 1,8 miliar dan pengerjaan 90 hari pekerjaan sejak 25 September 2023. Jembatan Lembayung merupakan jembatan penghubung antara Kelurahan Mergosono dan Kelurahan Bumiayu Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Camat Kedungkandang, Fahmi Fauzan, melayangkan surat kepada Lurah Mergosono dan Bumiayu , Kota Malang, terkait adanya sarana rakit penyeberangan.

Rakit di atas Kali Brantas itu menghubungkan Kelurahan Mergosono Kecamatan Kedungkandang  dan Kelurahan Bumiayu Kecamatan Kedungkandang selama Jembatan Lembayung diperbaiki.

Sejumlah jurnalis mendapatkan dokumen foto isi surat. Dalam surat tersebut, tertera tanggal 5 September 2023. Fahmi telah mengklarifikasi bahwa tanggal itu salah ketik. Surat dikeluarkan pada 3 Oktober 2023.

Ada lima poin yang ditekankan dalam surat itu. Pertama menyatakan bahwa layanan rakit penyeberangan itu berbahaya. Kedua alternatif itu tidak direkomendasikan, warga disarankan menggunakan jalur darat.

Ketiga, keberadaan jaket pelampung bukan sebagai bentuk legalisasi keberadaan fasilitas rakit penyeberangan. Jaket pelampung hanya untuk keselamatan.

Poin keempat, jaket pelampung akan ditarik lagi oleh BPBD Kota Malang.

Poin kelima, meminta lurah di Mergosono dan Bumiayu mengedukasi masyarakat sekitar.

Fauzan menyampaikan bahwa surat itu langsung ditujukan pada dua lurah sebagai instruksi untuk diterapkan di wilayahnya masing-masing. 


“Perlu disampaikan bahwa kegiatan warga yang menyediakan alat pengangkutan penyeberangan sungai berupa “Getek Bambu” sangat beresiko terhadap keamanan dan keselamatan warga. Pengangkutan penyebErangan itu sangat tidak disarankan,” ungkapnya.


Kepala BPBD Kota Malang, Prayitno mengatakan, rakit tersebut sangat berbahaya digunakan. Ia menyarankan dalam koordinasi bersama lurah dan camat untuk tidak menggunakan rakit itu.


"Risiko kecelakaan air," ujar Prayitno, Selasa (3/10/2023).


Aktivitas perahu rakit tersebut dinilai ilegal dan BPBD memiliki fungsi mitigasi untuk mengurangi risiko.


"Selain sungainya, tebing untuk akses turun juga curam. Kami beri rompi karena mitigasi. Nah ini segera ada proses penghentian, kami akan koordinasi secepatnya," tuturnya.


Apalagi, menurut Prayitno, kondisi cuaca saat ini sedang tidak baik. Rintik hujan dan mendung mulai terlihat, sehingga potensi air besar apalagi di kawasan sungai besar sangat rawan sekali.


"Kecelakaan air itu menguras energi, jiwa dan psikis. Kami tidak ingin membiarkan warga seperti itu. Kami harus mengedukasi," ucapnya.


Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Suwarjana juga ikut bersuara. Pihaknya tidak bisa memberikan sarana pendukung bagi pelajar jika hendak memilih jalur darat. Suwarjana menyarankan pelajar naik angkutan umum dan berangkat pagi hari untuk menghindari kemacetan.


Bus sekolah pun tidak bisa digunakan untuk sementara waktu. Suwarjana mengatakan, bus sekolah sudah ada jadwal dan rutenya sehingga kalau diubah akan berdampak pada pelajar yang lain.


"Kan sudah ada rute dan jadwalnya kalau bus sekolah," katanya.


Saat ditanya apakah ada toleransi keterlambatan bagi anak sekolah yang harus menggunakan akses lain, Suwarjana menegaskan tak ada toleransi apapun. Sebab, menurutnya di dunia pendidikan mengajarkan ketertiban dan kedisiplinan.


"Pendidikan itu ketertiban. Kalau setiap ada seperti itu toleransi, terus tertib dan disiplinnya di mana. Kita ini pendidikan ngajarin disiplin kok, bukan malah alasan," ungkapnya.


Ridho Sukandi Febrian, pelajar kelas 8 SMP PGRI 6 Malang adalah satu pelajar yang menggunakan rakit penyebrangan. Sebelumnya, ia melintasi jembatan utama dengan sepeda motor.


"Saya diberitahu warga kalau ada rakit penyeberangan. Sejak dua hari ini saya menggunakan rakit penyeberangan," ungkapnya.


Dari titik penyeberangan ke sekolah, ia harus berjalan kaki sekitar 20 menit. Ketika naik sepeda motor, waktunya bisa lebih cepat.

"Saya tidak mau cari alternatif lain karena terlalu jauh kalau memutar," ungkapnya. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved