Berita Malang Hari Ini

Kampus UB Gandeng Beam Sediakan Sepeda Listrik Berbayar, Tahap Awal Sebanyak 101 Unit

Universitas Brawijaya (UB) lewat Badan Pengelola Usaha (BPU) menggandeng Beam Mobility Indonesia dalam menyediakan sepeda listrik berbayar

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: rahadian bagus priambodo
suryamalang.com/sylvi
Universitas Brawijaya (UB) lewat Badan Pengelola Usaha (BPU) menggandeng Beam Mobility Indonesia dalam menyediakan sepeda listrik berbayar di kawasan kampus utama. Launching dilakukan, Rabu (4/10/2023) gazebo Raden Wijaya. Warna sepedanya ungu dilengkapi helm warna serupa. Para pejabat yang hadir di acara itu mencoba sepeda listrik di sekitar lokasi. 

SURYAMALANG.COM-MALANG-Universitas Brawijaya (UB) lewat Badan Pengelola Usaha (BPU) menggandeng Beam Mobility Indonesia dalam menyediakan sepeda listrik berbayar di kawasan kampus utama. Launching dilakukan, Rabu (4/10/2023) gazebo Raden Wijaya. Warna sepedanya ungu dilengkapi helm warna serupa. Para pejabat yang hadir di acara itu mencoba sepeda listrik di sekitar lokasi. 

Tahap awal rencana disediakan 101 sepeda listrik di sembilan drop zone. Drop zone adalah shelter terdekat dengan tujuan. Usai launching, sejumlah mahasiswa juga mencoba itu karena diberi voucher berkode dan belum mengeluarkan biaya. "Kalau menurut saya ini bisa jadi alternatif meski di UB fakultasnya dekat-dekat. Tapi adanya transportasi ini bisa bikin nyaman, tidak capai. Tapi akan bikin banyak kendaraan juga di UB," kata Lenka, mahasiswa Fakultas Pertanian semester 3.

Dikatakan, ia biasanya ke kampus memakai motor. Tapi kadang melakukan mobilitas ke kantin universitas di CL dari fakultas. Sedang Direktur BPU Prof Drs Nurkholis MBuss (Acc) Ak PhD menjelaskan jika UB tidak invest apapun. "Cuma menyediakan lokasi parkir saja. Jadi segala sesuatunya terkait operasional sepeda listrik dilakukan oleh pihak Beam," jelas Nurkholis pada wartawan. 

Dikatakan, UB ingin menjadi kampus ramah lingkungan dan berusaha mengurangi polusi di dalam kampus. Kendaraan bermotor banyak sekali di UB. "Kami harap, warga kampus menyukai sepeda dan mewujudkan kendaraan yang ramah lingkungan," jawabnya. Dengan jumlah mahasiswa banyak, dampaknya memang pada penggunaan kendaraan pribadi, baik roda dua dan empat. Ini terlihat di parkiran.

Bagi mahasiswa yang misalkan turun dari angkot, saat menuju ke fakultasnya yang agak jauh bisa jadi alternatif. Untuk memakai ini ada aplikasinya. Dikatakan ada petugas dari Beam yang memastikan sepedanya ada dan memantau baterai sepeda. "Kami ada sharing provit yang nanti ditindaklanjuti dengan perjanjian karena kita hanya menyediakan sarana parkir," jawabnya.

Sedang Bagus Sukmana, Head Communication PT Beam Mobility Indonesia melihat keberadaan sepeda listrik di kampus bisa efisien dan isu lingkungan. "Masyarakat yang akan mobilitas dengan jarak terbatas 10-20 menit  tidak perlu pakai kendaraan bermotor," jawabnya. Penggunaan di UB menjadi kampus pertama di Jatim. Sebelumnya sudah ada kolaborasi di UI dan IPB. 

"Dasar memilih UB karena lembaga pendidikan besar dan pertama kalinya di Jatim, kami ya di UB. Ini sebagai pembuka jalan karena menjadi kampus pertama yang bekerjasama rate sharing bagi sepeda listrik. Tak hanya buat buat mahasiswa tapi juga karyawan," jawab dia. Dengan jumlah awal 101, nanti akan ditambah sesuai kebutuhan atau respons pasar. 

Untuk biayanya, ada dua jenis. Yaitu biaya unlock seperti buka pintu di taksi dulu Rp 1750. Selanjutnya per menit Rp 700. Namun sebagai awal kerjasama, pengguna civitas akademi UB akan diberi potongan 50 persen. Untuk unlock jadi Rp 850. Dan per menit jadi Rp 350. Semua pembayaran cashless dan layanan berbasis IoT. Dari sisi kecepatan juga diatur.
Layanan Beam di Indonesia sudah mencapai 4000 unit di beberapa tempat.

Sampai akhir tahun diharapkan mencapai 6000 sampai 10.000 unit. "Kami sebenarnya ingin ke banyak kampus, tapi namanya kerjasama kan perlu pendekatan dulu. Yang jelas kami melihat luasan kampusnya dan kebutuhannya juga," jawab Bagus. Sedang Wakil Rektor 2 UB Prof Dr Ali Safaat SH MH menyebut realitas bahwa penyumbang kemacetan dari UB. Tapi di sisi lain juga ikut menyumbang PAD.

"Suhu di beberapa kota tinggi saat ini. Malang mungkin 35 derajat. Ini jadi alarm bagi semuanya.  Bahwa perubahan-perubahan mendasar sekecil  apapun dengan pengggunaan transportasi bisa mereduksi emisi atau udara yang tidak sehat," katanya. Ini harus berkaitan dengan arah pembangunan Kota Malang.

"Mungkin perlu kebijakan transportasi publik. Tapi yang sulit itu mengubah perilaku," jelasnya. Ia berharap langkah ini bis membayar hutang pada bumi agar bisa bermanfaat kelak buat masa depan generasi mendatang. "Mau tidak mau, arah transisinya ya ke kendaraan listrik," kata mantan Dekan FH UB ini.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved