Berita Malang Hari Ini

Komisi III DPRD Kabupaten Malang Soroti Pengajuan Izin Perumahan Karena Rawan Dimainkan Oknum Dinas

Komisi III DPRD Kabupaten Malang Soroti Pengajuan Izin Perumahan Karena Rawan Dimainkan Oknum Dinas

Penulis: Imam Taufiq | Editor: Eko Darmoko
Canva.com
Ilustrasi 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Pengajuan izin mendirikan perumahan di Kabupaten Malang disorot oleh Dra Tutik Yunarni, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang, karena dikeluhkan para pengembang.

Keluhan ini terkait kepengurusan izin site plan atau izin rencana bentuk denah kavling yang akan dibangun perumahan karena prosesnya dianggap pemohon cukup rumit dan berbelit sehingga sampai 7 bulan baru selesai.

Kerumitan itu, papar Yuni--panggilanya--karena banyak dinas yang harus dilewati sehingga pengembang bukan cuma diuji kesabarannya, namun ujung-ujungnya juga diuji isi kantongnya.

Sebab, meski tak ada patokan biayanya, namun kalau pemohon itu tak pintar-pintar melakukan nego, bisa-bisa habis banyak.

"Lah iya kok bisa seperti itu. Kami nggak mengira, wong, katanya sudah satu pintu pelayanan itu ternyata kok masih dikeluhkan," tutur Yuni kepada SURYAMALANG.COM, Senin (20/11/2023).

Karena itu, anggota dewan dari PDI Perjuangan ini berjanji akan menelusuri kasus itu. Yakni, dengan tanya ke Dinas PU Cipta Karya, karena ia yang mencetak site plan.

Dan, dinas PU SDA (Pekerjaan Umum dan Sumber Daya Air), karena ia yang merekom peil banjir (lahan calon perumahan itu bebas banjir atau tidak).

"Izin siite plan itu yang mengeluarkan adalah Cipta Karya. Namun karena banyak pintu yang harus dilewati dan masing-masing pintu itu punya kuasa mengeluarkan rekom sehingga rawan disalah-gunakan oleh oknum pejabat yang nakal," ujar anggota dewan dua periode yang kini kembali mencalonkan jadi Caleg lagi.

Memang, izin site plan itu harus dimiliki sebelum pengembang membangun perumahan. Tujuannya, agar bisa dipastikan luas lahanya, dan berapa rumah yang akan dibangun, dengan bentuk denahnya seperti apa.

Dan, yang penting, lahannya itu tak bermasalah karena bukan lahan yang dilarang, seperti lahan hijau atau lahan sawah. Makanya, untuk mendapatkan izin itu, pengembang pertama kali harus mengurus ke Cipta Karya, untuk mendapatkan rekom KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang).

Rekom dari tim KKPR itù sangat menentukan nasib pengembang bahwa lahan yang akan dipakai perumahan itu tak bermasalah karena bukan lahan hijau atau lahan sawah.

"Meski lahan itu aman karena bukan lahan sawah namun ada banyak tahapan di KKPR, yang harus dilalui. Dan, setiap tahapan itu tak gratis, seperti uang saku buat tim survei dari dinas," ujar pemohon yang tak mau disebutkan namanya.

Itu kalau lahan aman, bagaimana dengan lahan sawah yang jelas-jelas tak bisa dipakai perumahan? Rupanya, itu masih bisa dinego, asal negonya pinter dan harganya cocok. Indikasinya, banyak lahan sawah di banyak kecamatan kini sudah berubah jadi hamparan perumahan.

Seperti di Kecamatan Karangploso. Itu diduga lahan sawah seluas 4 Hektare (Ha), namun bisa diterbitkan izin site plan-nya. Cuma, ya gitu rekom dari KKPR tak semua pengembang mampu karena informasinya per satu meter Rp 7.000 sampai Rp 11.000.

"Semua pemohon atau pengembang paham itu sehingga tak mau beli lahan hijau karena izinnya mahal," paparnya.

Itu baru rekom dari KKPR dan belum dari dinas lainnya. Sebab, rekom KKPR itu baru tahap awal karena masih butuh rekom dari Perumda Tirta Kanjuruhan (PDAM kabupaten). Itu terkait pemakaian air yang akan dipakai calon penghuni perumahan.

Berikutnya, baru rekom PU SDA terkait peil banjir, yakni lahan perumahan itu dinyatakan bebas banjir atau tidak. Semuanya itu aturannya gratis.

Namun, pintarnya PDAM maupun SDA pakai tangan pihak ketiga (konsultan), yang ditunjuk untuk berurusan dengan pemohon, seperti survei lapangan dan sekaligus membikin gambar denah perumahan.

Sebab hasil survei konsultan itu, dipakai PDAM dan SDA untuk mengeluarkan rekom atas kelayakan perumahan itu.

"Ke PDAM gratis. Namun, urusan lain-lain ya lewat pihak ketiga yang dipercaya itu. Begitu juga di SDA, juga gratis. Namun kalau gratis, nggak tahu kapan berkas peil banjir yang kami urus itu selesainya," tutur pemohon.

Makanya, bisa dibayangkan betapa pontang-pantingnya si pemohon itu, hanya untuk sekadar mengurus site plan saja. Sehingga itu juga mengundang reaksi dari Sodikul Amin SH, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malang.

Ia heran karena tak ada target PAD dari perizinan seperti itu, namun pemohon kok mengaku tidak gratis, lalu uangnya ke mana, sehingga harus diungkap.

"Ini nggak bisa dibiarkan, kasihan masyarakat. Kami akan koordinasikan dengan Komisi III, yang membidangi itu, agar dilakukan tindakan," tegas Sodikul Amin, anggota dewan dari Partai Nasdem yang dikenal cukup kritis itu.

Menanggapi hal itu, Samsul Hadi, Dirut Perumda air minum Tirta Kanjuruhan, mengatakan, perusahaannya tak ada PAD dari perizinan seperti itu kecuali kalau penghuni perumahan itu memakai air PDAM-nya.

"Mereka baru bayar tarif air yang dipakai," paparnya.

Begitu juga Farid Habibah, Kepala Dinas PU SDA mengatakan, tak ada pungutan dari pengembang yang mengurus peil banjir.

"Itu gratis, kami sudah tegaskan ke staf saya, jangan main-main atau memungut ke pemohon," pungkasnya.

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved