7 Aset Ketua KPK Non-Aktif Firli Bahuri yang Tidak Dilaporkan LHKPN, Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat
Dewas KPK mengungkap sejumlah aset Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri yang dibeli atas nama istrinya, Ardina Safitri, tetapi tidak dilaporkan ke LHKPN.
SURYAMALANG.COM -Berikut ini daftar 7 aset Ketua KPK non-aktif Firli Bahuri yang tidak masuk dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang merupakan pelanggaran berat bagi seorang pejabat publik apalagi sebagai seorang pemimpin lembaga anti rasuah.
Untuk diketahui, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) baru saja menjatuhkan sanksi etik terberat untuk Ketua KPK non-aktif Firli Bahuri, Rabu (27/12/2023).
Firli Bahuri diduga telah melakukan tiga pelanggaran etik berat.
Salah satu pelanggaran berat yang dilakukan Firli sebagai Ketua KPK dan pejabat publik adalah hal yang mendasar, di mana Firli dinilai tidak jujur melaporkan harta kekayaan dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
Dewas KPK mengungkap sejumlah aset Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri yang dibeli atas nama istrinya, Ardina Safitri, tetapi tidak dilaporkan ke laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Hal tersebut termuat dalam dokumen putusan yang dibacakan Majelis Etik Dewas KPK pada hari ini, Rabu, 27 Desember 2023.
"Bahwa dalam LHKPN Tahun 2020, 2021 dan 2022, terperiksa (Firli Bahuri) juga tidak melaporkan pembelian aset atas nama istri terperiksa, Sdri. Ardina Safitri," ucap Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat membacakan fakta hukum, di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).
Berikut daftar aset yang tak dilaporkan Firli Bahuri:
1. Essence Dharmawangsa Apartement Unit ET2-2503 pada bulan April 2020.
2. Sebidang tanah yang terletak di Kelurahan Jakasetia, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi, dengan luas 306 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 437/2021 tanggal 20 Juni 2021.
3. Sebidang tanah di Desa Cikaret, Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi, dengan luas 2.727 meter persegi melalui Akta Jual Beli Nomor: 359/2021 tanggal 01 Desember 2021.
4. Sebidang tanah di Desa Bojongkoneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, dengan luas 2.052 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 192/2022 tanggal 17 Oktober 2022.
5. Sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor: 2198 di Sukabangun-Palembang dengan luas 520 meter persegi tahun 2021.
6. Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik Nomor: 2186 di Sukabangun-Palembang dengan luas 1477 meter persegi tahun 2021.
7. Sebidang tanah Sertifikat Hak Milik Nomor: 2366 di Desa Sinduharjo-Sleman dengan luas 532 meter persegi berdasarkan Akta Jual Beli Nomor: 03/2022 tanggal 24 Februari 2022.
Haris mengatakan, fakta tersebut didukung dengan keterangan sejumlah saksi seperti Direktur LHKPN KPK Isnaini, Kevin Egananta Joshua, Hendra, Gerardus Edwar Prandudi, Andre Tri Saputra dan Abdul Haris.
Serta barang bukti dokumen berupa bukti pembayaran maintenance fee dan utility fee unit ET2-2503 Essence Dharmawangsa Apartment periode April 2020-November 2023 dan Official Receipt.
Sementara itu, Anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Adji menepis pengakuan Firli dalam berita acara klarifikasi (BAK) yang menyampaikan tidak ada unsur kesengajaan untuk tidak melaporkan valas senilai Rp7,8 miliar dan pengeluaran berupa pembayaran uang sewa rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46.
"Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Isnaini yang menjabat sebagai Direktur LHKPN pada Kedeputian Bidang Pencegahan, setiap Penyelenggara Negara wajib menyampaikan seluruh harta dan utang miliknya dan pasangannya ke dalam LHKPN sehingga kepemilikan valas dan pembayaran sewa rumah juga termasuk komponen yang wajib dilaporkan dalam LHKPN," kata Indriyanto.
Majelis Etik Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat dengan meminta Firli untuk mengundurkan diri.
Firli dinilai terbukti melakukan pertemuan dengan pihak beperkara yaitu mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Selain itu, terdapat dua pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku lainnya yakni Firli tidak melaporkan secara benar harta kekayaan di LHKPN termasuk utang serta sewa rumah di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.
Tiga pelanggaran etik berat yang yang dilakukan Firli , yang diungkap dalam sidang pembacaan putusan di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023) adalah :
Pertama, Firli dinilai bersalah melakukan hubungan langsung atau tidak langsung dengan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang tengah berperkara di KPK.
Kedua, Firli tidak jujur melaporkan harta kekayaan dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
Ketiga, ia menyewa rumah di Jalan Kertanegara Nomor 46, Jakarta Selatan.
Akibat ketiga pelanggaran tersebut, Firli Bahuri kini diminta mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK.
Keputusan ini disampaikan Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean dalam sidang pembacaan putusan di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," ujar Tumpak, Rabu.
Dengan mempertimbangkan sejumlah hal, Dewas KPK menilai tidak ada hal yang meringankan sanksi terhadap Firli.
Sementara untuk hal yang memberatkan, Dewas KPK menyebut Firli tidak mengakui perbuatan, berusaha memperlambat jalannya persidangan dan tidak hadir dalam persidangan kode etik serta pedoman perilaku tanpa alasan yang sah.
"Sebagai ketua dan anggota KPK seharusnya menjadi contoh dalam mengimplementasikan kode etik, tetapi malah berperilaku sebaliknya. Terperiksa pernah dijatuhi sanksi kode etik," papar Tumpak.
Lebih lanjut, Tumpak memastikan Firli tidak hadir memenuhi panggilan sidang etik yang digelar Dewas KPK, Rabu ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Firli memilih menghadiri pemeriksaan sebagai tersangka di Bareskrim Polri.
Padahal, Dewas KPK disebutnya telah mengirimkan surat panggilan secara patut kepada Firli.
Akibatnya, Firli kehilangan hak untuk membela diri di sidang etik siang ini.
"Sehingga, berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (4) Peraturan Dewan Pengawas Nomor 4 Tahun 2021, terperiksa dianggap melepas haknya untuk membela diri dan persidangan dilakukan di luar hadirnya terperiksa," jelas Tumpak.
Surat Pengunduran Diri Firli kepada Jokowi
Di tengah proses hukum yang membelitnya, Firli telah mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, surat pengunduran diri Firli telah ditolak pihak Istana karena menggunakan frasa "pemberhentian", bukan "pengunduran diri".
Firli kemudian merevisi surat tersebut dan kembali mengirimkannya kepada Jokowi melalui Menteri Sekretariat Negara, Sabtu (23/12/2023) lalu.
"Yang pada pokoknya menyampaikan bahwa permohonan saya kepada Presiden RI untuk memproses pemberhentian dengan hormat dari jabatan Ketua KPK masa jabatan 2019-2024 tidak dapat diproses lebih lanjut mengingat pemberitahuan/ pernyataan berhenti bukan merupakan salah satu syarat pemberhentian Pimpinan KPK," ucap Firli, ditemui Senin (25/12/2023).
Dengan merevisi satu kalimat tersebut, Firli mengklaim telah memenuhi ketentuan perundang-undangan Pasal 32 Ayat 1 Undang-undang KPK.
Dalam undang-undang, terdapat mekanisme yang harus dipenuhi sebelum memberhentikan pimpinan KPK, yang bunyinya:
"Pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena meninggal dunia, berakhir masa jabatannya, melakukan perbuatan tercela, menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana, berhalangan tetap atau secara terus menerus selama lebih dari tiga bulan, mengundurkan diri, dan dikenai sanksi berdasarkan undang-undang ini".
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.