Berita Tulungagung Hari Ini

Banjir Order Jasa Membuat Abon Daging Kurban, Pasutri Tulungagung Ini Pasang Tarif Rp 70 Ribu per Kg

Setiap 1 kg daging sapi akan menjadi abon seberat 6,5 ons. Mujiati memasang tarif Rp 70.000 per kilogram.

Penulis: David Yohanes | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/David Yohanes
Mujiati (63) mengurai abon yang masih menggumpal setelah proses pemerasan, Kamis (20/6/2024) 

SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Jasa pembuatan abon daging seperti yang dilakukan pasangan suami istri (Pasutri) di Tulungagung ini nampaknya menjadi solusi menarik bagi warga yang kesulitan mengolah daging kurban.

Pasangan Sarkamto (68) dan Mujiati (63) warga Dusun Prayan, Desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu kebanjiran permintaan membuat abon di masa Idul Adha 2024 ini.

Pesanan ini datang dari warga yang mendapatkan daging sapi selama Idul Adha kemarin.

Selama tiga hari mereka telah menerima 100 kg daging sapi untuk diolah menjadi olahan abon.

“Idul Adha kan Senin, sampai Rabu sudah ada 100 kg. Tapi ini masih ada yang datang lagi,” ucap Mujiati, saat ditemui di dapur rumahnya, Kamis (20/6/2024).

Setiap 1 kg daging sapi akan menjadi abon seberat 6,5 ons.

Mujiati memasang tarif Rp 70.000 per kilogram.

Proses pengolahan daging sapi menjadi abon yang dilakukan Pasutri Sarkamto (68) dan Mujiati (63) warga Dusun Prayan, Desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung
Proses pengolahan daging sapi menjadi abon yang dilakukan Pasutri Sarkamto (68) dan Mujiati (63) warga Dusun Prayan, Desa Sobontoro, Kecamatan Boyolangu, Tulungagung (SURYAMALANG.COM/David Yohanes)

Sarkamto dan Mujiati mengaku sudah mulai menerima pesanan mengolah daging kurban menjadi abon sejak 4 tahun lalu.

“Awalnya juga iseng hanya beberapa teman. Tapi kemudian berkembang, setiap tahun semakin banyak,” ungkap Mujiati.

Mujiati berkisah, kemampuan membuat abon didapat dari ibunya sejak tahun 1991.

Ibu 3 anak ini kesehariannya berjualan daging sapi di Pasar Ngemplak Tulungagung.

Sering kali ia menghadapi masalah saat daging dagangannya tidak laku seluruhnya.

“Bisa saja disimpan di freezer, tapi kualitasnya kan turun. Saya tidak bisa melakukannya,” jelasnya.

Untuk mengatasi masalah itu, Mujiati mulai mengubah daging sapi yang tersisa menjadi abon.

Ternyata abon sapi buatan Mujiati banyak diminati warga.

Abon rumahan ini selalu habis dibeli konsumen di rumahnya, tidak sampai dijual di pasar.

“Kecuali ada yang pesan suruh bawa ke pasar, baru saya jual di pasar. Tapi biasanya di rumah saja sudah habis,” ucapnya.

Ny Fahmi, warga Kelurahan Jepun, Kecamatan Tulungagung mengaku sudah langganan ke rumah pasangan Sarkamto dan Mujiati.

Setiap kali Idul Adha, daging sapi yang didapat dijadikan olahan abon agar lebih awet dan efisien.

Apalagi dari sisi harga yang dipatok juga masih tergolong sesuai dengan hasil yang didapat.

“Olahan daging sapi jadi lebih tahan lama, bisa dijadikan stok. Selain itu juga praktis bisa dibawa kemana-mana,” ucapnya.

Sementara Ny Sukat, warga Desa Beji, Kecamatan Boyolangu mengaku baru pertama kali membawa daging kurban ke dapur Sukanto dan Mujiati untuk dijadikan abon.

Sukat mengaku sudah lama mendengar jasa pembuatan abon ini, namun baru tahun ini benar-benar order.

Mengolah daging kurban menjadi abon menjadi salah satu pilihan agar lebih variatif.

“Sebelumnya sudah masak daging, terus ini mau dijadikan bentuk lain. Dijadikan abon supaya lebih awet,” katanya.

 

 

Proses Produksi

Untuk membuat abon hanya dipilih daging yang baik, tanpa ada lemak.

Menurut Sarkamto, jika ada lemaknya maka hasilnya abon tidak bisa kering.

Tahap pertama, daging direbus antara 2,5 jam hingga 3 jam sampai empuk.

“Kalau sapi yang sudah tua, butuh 3 jam. Tapi daging kurban banyak menggunakan sapi muda, direbus 2,5 jam sudah empuk,” jelas Sarkamto.

Setelah direbus hingga lunak, daging lalu digiling hingga lembut.

Seluruh proses produksi dilakukan secara manual, tidak menggunakan mesin.

Untuk menggiling daging rebus ini, Sarkamto masih menggunakan lumpang dan alu. 

Sarkamto memisahkan daging per 4 kilogram, sesuai kemampuan sekali memasak.

Daging yang sudah lembut ini kemudian dicampur dengan bumbu yang sudah disiapkan.

Bumbu yang terdiri dari bawang putih, pala, merica dan ketumbar juga ditumbuk dengan alat manual.

“Pembuatan bumbu ditumbuk manual karena bumbunya butuh kering. Kalau diblender butuh minyak atau air,” paparnya.

Ramuan bumbu rempah-rempah itu dicampur dengan gula pasir, sebelum dicampurkan ke daging yang sudah dihancurkan, lalu ditambah potongan bawang merah.

Daging yang sudah diberi bumbu lalu dimasukkan dalam wajan, lalu diberi minyak dan siap digoreng.

Proses penggorengan ini butuh waktu sekitar 40 menit hingga daging berwarna kecoklatan.

Setelah matang abon yang masih basah dengan minyak ini ditiriskan dengan saringan bambu atau irik.

Selanjut abon diperas untuk menghilangkan minyaknya dengan cara ditekan menggunakan kayu bulat.

Jika sudah kering dari minyak, abon ini dipindahkan untuk diaduk-aduk manual menggunakan garpu.

“Setelah dipres abonnya kan masih menggumpal, makanya harus diaduk-aduk biar mengembang. Kalau kebanyakan gula juga tidak jadi, lengket karena karamel,” ungkap kakek 5 cucu ini.

Abon buatan Sarkamto dan Mujiati rasanya gurih mesti tanpa penyedap rasa.

Teksturnya mirip serundeng tapi kasar, saat dimakan terasa renyah.

Jika disimpan, abon rumahan ini bisa tahan lebih dari 1 bulan.

Pasangan ini kerap juga banyak menerima pesanan saat menjelang musim haji.

Abon buatan mereka dijadikan bekaL selama di tanah suci, untuk mengantisipasi menu yang tidak cocok di lidah jamaah haji asal Tulungagung.

Abon buatannya juga banyak dibawa para pekerja migran ke berbagai negara.

“Ada yang dibawa ke Korea, ada juga yang dibawa ke Amerika. Kebetulan keluarganya ada yang di sana, pesan dibawakan oleh-oleh,” pungkas Sarkamto.

(David Yohanes)

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved