BEM FISIP Unair Dibekukan

Alasan Pembekuan BEM FISIP Unair Dicabut, Bentuk Pelanggaran Dipertanyakan Kritik Prabowo-Gibran

Alasan pembekuan BEM FISIP Unair dicabut, bentuk pelanggaran dipertanyakan setelah kritik Prabowo-Gibran.

|
SURYAMALANG.COM/Sulvi Sofiana
Pembekuan BEM FISIP Unair dicabut, bentuk pelanggaran dipertanyakan setelah kritik Prabowo-Gibran. 

"Kami ada kajian ilmiahnya tetapi belum kami publikasi, selama satu periode ini kami gencar mengawal isu pelanggaran HAM,"ungkapnya, Minggu (27/10/2024).

Baca juga: Pimpinan DPRD Jatim Soroti Pembekuan BEM FISIP Unair, Deni Wicaksono: Dinamika Kampus 

Menurut Tuffa, melalui Kementerian Politik dan Kajian Strategis pihaknya telah melakukan berbagai diskusi dan kajian.

Termasuk merencanakan karya seni satire terkait dilantiknya presiden RI Prabowo Subianto dan Wakilnya.

"Kami sudah merencanakannya 2 minggu menjelang pelantikan presiden," lanjutnya.

Tuffa berharap, melalui kajian dan karya seni satire tersebut, mahasiswa bisa belajar untuk menyampaikan kritik secara kreatif.

Sayangnya, karya seni tersebut berujung pembekuan BEM FISIP Unair bahkan sempat dikritik oleh dosen FISIP Unair sendiri.

Pakar Politik Unair, Dr Airlangga Pribadi Kusman SIP MSi PhD menganggap respon dekanat terlalu reaktif dan berlebihan.

"Sebetulnya langkah dekanat terlalu reaktif dan berlebihan karena yang dilakukan BEM ini kritis terhadap keadaan yang sedang terjadi dan diekspresikan dalam bentuk satire," ungkapnya dikonfirmasi SURYAMALANG.COM, Minggu (27/10/2024).

Menurut alumnus PhD dari Murdoch University Australia ini, apa yang dilakukan mahasiswa merupakan sikap kritis dan kepedulian akan keadaan politik yang mengalami kelemahan demokrasi.

Hal ini harusnya dianggap sebagai bagian dari proses edukasi mahasiswa.

"Itu juga bagian dari bagaimana mereka memperhatikan sikap dosen mereka yang menyampaikan opini kritis" ujar dosen pengajar Program Studi Ilmu Politik Unair ini.

"Harusnya diapresiasi, kalau dari artikulasi atau gagasan salah. Namanya anak muda tidak perlu direpresi seperti itu," lanjutnya. 

Airlangga Pribadi menganggap apa yang dilakukan dekanat seolah membenarkan pandangan dan presepsi mahasiswa terkait pelemahan demokrasi dan kekhawatiran munculnya otoriterisasi. 

Padahal dalam suasana politik saat ini, pihak kampus harus memberikan ruang ekspresi yang luas. 

"Apalagi kampus juga dilindungi kebebasan mimbar akademik. Dan sebetulnya dengan reaksi kampus saat ini akan memicu respon balik yang semakin keras,"tegas Airlangga Pribadi.

Airlangga pun menekankan jika dalam konteks kehidupan bernegara mengalami masalah pelemahan demokrasi, maka kampus dan kalangan akademisi intelektual harus merehabilitasi opini kritis masyarakat.

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved