TRAGEDI AREMA VS PERSEBAYA

Datang ke PN Surabaya, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Minta Terpidana Bayar Restitusi Rp 17,5 M

Datang ke PN Surabaya, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Minta Terpidana Bayar Restitusi Rp 17,5 M

Penulis: Tony Hermawan | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Tony Hermawan
Keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan datang ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (21/11/2024). 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan masih berjuang menuntut keadilan.

Kali ini, 73 orang dari keluarga 135 korban dalam tragedi tersebut menuntut agar lima terpidana dalam kasus ini membayar restitusi atau ganti rugi. Total restitusi tersebut sebesar Rp 17,5 miliar.

Puluhan keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan datang ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya sejak pukul 9.00 WIB, Kamis (21/11/2024).

Mereka mengenakan kaus hitam bertuliskan ‘Justice For Kanjuruhan’ dan ‘Menolak Lupa 1 Oktober 2022’. Ada pula kaus bergambar wajah-wajah para korban.

Salah satu pendamping hukum keluarga korban dari LBH Pos Malang Daniel Siagian mengatakan, setidaknya ada 73 keluarga korban yang menuntut restitusi.

Permohonan itu diajukan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Jadi ini bersama LPSK yang di kemudian diwakili oleh LPSK, pemohon ini ada sekitar 73 keluarga korban yang hari ini yang mengajukan restitusi, sejak Oktober 2023,” kata Daniel.

Daniel mengatakan, berdasarkan asesmen yang dilakukan LPSK, 73 korban itu menuntut para terpidana kasus ini membayar restitusi sebesar Rp 17,5 miliar.

Lima terpidana itu antara lain, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Security Officer pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya Suko Sutrisno, Eks Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.

Nilai restitusi itu variatif. Korban meninggal dunia senilai Rp 250 juta, sedangkan luka yakni Rp 75 juta.

Daniel menjelaskan, besaran restitusi yang dituntut itu dihitung dari kerugian material dan inmaterial yang dialami keluarga korban pasca Tragedi Stadion Kanjuruhan.

“Ada beberapa mekanisme asesmen dalam LPSK. Satu soal kerugian materi dan imateriil."

"Secara psikologisnya kemudian secara ekonominya, itu beberapa hal yang di asesmen oleh LPSK untuk menghitung nilai kerugian akibat dampak yang ditimbulkan setelah adanya tragedi Kanjuruhan,” katanya.

Lebih dari Setahun Menuntut Restitusi

Ikhtiar para keluarga korban menuntut restitusi sangat panjang. Yakni sejak Februari 2023 lalu atau ketika kasus itu disidangkan. Hanya saja, jaksa penuntut umum saat itu tidak memaksukan restitusi dalam poin tuntutan.

“Padahal kalau dilihat laporan lembaga LPSK sejak bulan Februari 2023 LPSK itu sudah mengirimkan rekomendasi restitusi terhadap ke kasus yang sedang dilaksanakan waktu itu,” Daniel.

Saat itu keluarga korban banyak yang kecewa. Upaya restitusi diajukan dengan  berdasarkan aturan Perma 1 2022, yang menyebut bisa diajukan setelah status perkara sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Kuasa hukum korban lantas mengajukan kembali pada November 2023.

Pengacara publik LBH Surabaya, Jauhar Kurniawan mengatakan, permohonan restitusi ini adalah salah satu upaya hukum keluarga korban untuk menuntut pertanggungjawaban ke para terpidana.

“Jadi upaya restitusi ini adalah salah satu kompensasi yang dilakukan menurut hukum. Jadi bukan santunan yang diberikan di luar proses hukum. Tapi Ini adalah upaya yang meminta pertanggungjawaban melalui proses hukum,” kata Jauhar.

Tiga Terpidana Tidak Hadir, Sidang Mendadak Ditunda

Digelarnya sidang perdana penetapan permohonan restitusi sebenarnya menjadi  angin segar bagi keluarga korban tragedi Kanjuruhan.

Hanya saja sidang ditunda. Itu terjadi sebab tiga dari lima termohon tidak hadir. Mereka adalah AKP Hasdarmawan, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan AKP Bambang Sidik Achmadi.

Hambatan itu memicu emosi keluarga korban. Rini Hanifah, salah seorang keluarga korban yang saat itu sedang duduk di kursi pengunjung lantas berdiri. Dia  marah-marah di hadapan majelis hakim yang diketuai Nur Kholis.

"Kami selama dua tahun belum mendapat keadilan. Bilang sama Kapoldanya jabatan hanya jabatan aja. Bajunya ayo dilepas jadi orang biasa lagi. Korban 135 itu bukan hewan, tapi manusia semua," kecamnya.

Rizal Putra Pratama, salah seorang kelurga lain  asal Tumpang, Malang mengaku belum mendapatkan keadilan selama dua tahun terakhir. “Selama ini kami berjuang selama dua tahun ini, yang kami rasakan, belum mendapatkan rasa keadilan,” kata Rizal di PN Surabaya.

Dalam Tragedi Stadion Kanjuruhan, Rizal kehilangan tiga anggota keluarganya. Yakni ayahnya Muhammad Arifin, serta dua adiknya Muhammad Rizky Aditya Arifianto dan Cahaya Maida Salsabila.

“Kami waktu itu duduk di tribune tidak tahu apa-apa ditembak gas air mata seperti itu, sedangkan yang terjadi chaos di lapangan. Setidaknya ya diamankan yang di lapangan bukan di tribune yang ditembak ini gas air mata,” tambahnya.

Karena itu ia pun menuntut agar para penembak gas air mata di Stadion Kanjuruhan serta para aktor intelektualnya dibaliknya, untuk diadili.

“Yang saya harapkan cuma aktor intelektual penembak gas air mata dan yang terlibat di situ bisa dihukum sebarat-beratnya,” pungkasnya.

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved