Pakar Hukum Pidana Unidha Malang, Minta Pengesahan RUU KUHP Ditunda
Prof Widodo mengaku khawatir apabila RUU tersebut benar-benar disahkan akan terjadi buntunya kepastian hukum.
Penulis: Dya Ayu | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM, BATU - Pakar Hukum Pidana Bidang Teknologi dan Informasi Universitas Wisnu Wardhana (Unidha) Malang, Prof. Dr. Widodo berharap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang akan menjadi pembahasan DPR RI Tahun 2025 sebaiknya ditunda.
“Pengesahannya alangkah lebih baik ditunda. Mestinya harus difikirkan terlebih dahulu. Karena di satu sisi harus dilakukan pembahasan secara detail,” kata Prof Widodo, Minggu (9/2/2025).
Menurut Widodo pengesahan RUU KUHAP perlu ditunda pengesahannya karena RUU tersebut ada kaitannya dengan RUU tentang Restorative Justice (RJ).
Sedangkan saat ini RJ masih belum ada ketentuan yang jelas dalam Undang-undang (UU).
“Selama ini masih belum ada. Yang ada hanya dua, tentang pidana yang dilakukan terhadap anak dan tindak pidana kejahatan kemanusiaan. Padahal dalam pasal 132 KUHAP, yang tidak akan dituntut itu perkara yang telah diselesaikan diluar pengadilan berdasarkan UU,” ujarnya.
Selain itu Prof Widodo mengaku khawatir apabila RUU tersebut benar-benar disahkan akan terjadi buntunya kepastian hukum.
“Misal disahkan kemudian ada laporan ke penuntut umum, nanti setelah jalannya kemana kan belum jelas juga. Apakah balik lagi ke kepolisian atau bagaimana alurnya,” jelasnya.
Menurut Prof Widodo, kekhawatiran lain jika disahkan adalah, apakah akan dapat berjalan maksimal?
Ia mencontohkan, jika masyarakat yang rumahnya jauh dari kejaksaan, apakah tidak memakan waktu lebih lama.
Sedangkan polisi sudah memiliki Polsek di setiap kecamatan.
“Padahal kalau pemeriksaan BAP harus ketemu orangnya. Otomatis masyarakat akan keluar biaya banyak jika harus datang ke kejaksaan dibandingkan datang ke Polsek,” terangnya.
Sisi lain jika RUU disahkan dinilai akan berdampak kurang bagus secara keorganisasian.
Jika RUU KUHAP Pasal 111 ayat 2, Pasal 12 ayat 11, Pasal 6 hingga Pasal 30 b disahkan, maka akan terjadi tumpang tindih kewenangan antara jaksa dan polisi.
Hal ini membuat terjadinya dualisme prosedur penyelidikan karena baik polisi maupun jaksa sama-sama memiliki kewenangan menyelidiki.
Padahal sistem peradilan pidana terpadu menghendaki adanya pengawasan yang dilakukan secara vertikal dan horizontal.
Perjuangkan Proyek Tol Kepanjen, Bupati Sanusi Bertemu Luhut Binsar Pandjaitan di Kemenkominfra |
![]() |
---|
Prakiraan Cuaca Malang dan Kota Batu Hari Ini Kamis 28 Agustus 2025, Hujan-Berawan Dingin 16-17°C |
![]() |
---|
DPKPCK Kabupaten Malang Bangun Jalan Permukiman di 59 Titik Permudah Akses Warga |
![]() |
---|
6 Rekomendasi Kuliner Legendaris Sekitar Kayutangan Malang yang Wajib Dikunjungi Saat Liburan |
![]() |
---|
Gubernur Jatim Khofifah Salurkan Bantuan Sosial di Kabupaten Malang Senilai Rp 16,137 Miliar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.