KUHAP Maret 2025 Harus Terintegrasi, Begini Kata Dekan FH Universitas Widya Gama Malang

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) versi Maret 2025 kembali menuai sorotan dari kalangan akademisi dan pakar hukum.

Penulis: Purwanto | Editor: Eko Darmoko
IST
Dekan Fakultas Hukum Universitas Widya Gama (UWG) Malang, Dr Ibnu Subarkah SH MHum. 

Menurutnya, hal ini kerap tidak dibahas secara mendalam dalam penyusunan KUHAP padahal berperan besar dalam mewujudkan keadilan substantif.

Dirinya menuturkan bahwa KUHAP sebagai hukum acara pidana formil bukan hanya prosedur membawa tersangka ke pengadilan, tetapi juga memastikan setiap tahapan penegakan hukum menghormati prinsip praduga tak bersalah dan hak korban.

Terkait dengan pendekatan keadilan, Dr. Ibnu menekankan perlunya penguatan prinsip Restoratif Justice dalam KUHAP.

Keadilan restoratif jangan hanya diatur dalam peraturan internal kepolisian, tapi harus menjadi bagian dari regulasi yang mengikat seluruh sistem peradilan pidana.

“Restoratif justice harus menjadi pendekatan hukum yang terlembaga, bukan sekadar kebijakan internal," urainya.

"Kita bicara tentang keadilan yang memberi ruang bagi penyelesaian yang lebih manusiawi, tidak parsial, dan mengakomodir kepentingan korban, pelaku, serta masyarakat,” tambahnya.

Selain itu, asas transitoir dalam KUHAP juga menurutnya harus dikaji secara serius.

Asas ini berkaitan dengan peralihan dan kesinambungan hukum acara pidana dari sistem lama ke sistem baru, yang harus menjawab kompleksitas kasus di lapangan dan tidak terjebak dalam pendekatan normatif semata.

Ibnu mengingatkan bahwa RUU KUHAP versi Maret 2025 harus memperjelas batas kewenangan antara kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Tumpang tindih atau rebutan kewenangan hanya akan menimbulkan kekacauan dan memperlemah kepercayaan publik terhadap hukum.

“Sistem peradilan pidana harus satu kesatuan. Harus ada integrasi antara penyidikan, penuntutan, dan peradilan."

"Jika tidak, maka bukan hanya aparat yang kewalahan, tapi masyarakat juga akan kehilangan rasa keadilan. Kita tidak bisa menegakkan hukum jika sistemnya sendiri tidak solid,” pungkasnya.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved