Ada Ribuan, Tapi Cuma 23 Pelaku Ekraf di Kota Malang yang Memiliki Sertifikat HAKI

hingga saat ini baru 23 di antaranya yang telah memiliki sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk kategori merek dan logo

Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Benni Indo
EKONOMI KREATIF - Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata dan Ekraf Disporapar Kota Malang, Laode Al Fitra, menyatakan bahwa sertifikat HAKI penting untuk melindungi pelaku usaha dari risiko plagiarisme dan klaim merek oleh pihak lain, Rabu (28/5/2025). 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Dari total 2.910 pelaku Ekonomi Kreatif (Ekraf) di Kota Malang, hingga saat ini baru 23 di antaranya yang telah memiliki sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk kategori merek dan logo.

Data tersebut dicatat oleh Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Malang, dengan proses pengajuan dilakukan pada 2022 dan sertifikat diterbitkan pada 2023.

Minimnya jumlah pelaku ekraf yang memiliki HAKI mendorong Pemerintah Kota Malang untuk terus memberikan pendampingan dalam proses pengurusan legalitas tersebut.

Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata dan Ekraf Disporapar Kota Malang, Laode Al Fitra, menyatakan bahwa sertifikat HAKI penting untuk melindungi pelaku usaha dari risiko plagiarisme dan klaim merek oleh pihak lain.

"Setiap tahun kami berupaya mengajukan 30 pelaku usaha untuk memperoleh HAKI, tetapi karena adanya kebijakan efisiensi, tahun ini kuotanya dikurangi menjadi hanya 10," ujar Laode, Selasa (28/5/2025).

Pendampingan yang diberikan Disporapar mencakup pengajuan HAKI untuk kategori desain merek dan logo, sementara kategori produk menjadi kewenangan dinas lain, yakni Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan.

Menurut Laode, proses pengajuan HAKI memerlukan waktu minimal tiga bulan, karena setiap desain yang diajukan harus dipastikan unik dan tidak sama dengan merek yang sudah terdaftar. Jika ditemukan kesamaan, pelaku usaha harus melakukan perbaikan sebelum bisa didaftarkan ulang.

"Kami bekerja sama dengan pendamping agar proses penyesuaian desain bisa langsung dilanjutkan ke tahap pendaftaran kembali," tambahnya.

Upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan jumlah pelaku ekraf Kota Malang yang memiliki HAKI secara bertahap, demi melindungi hasil karya mereka secara hukum dan memperkuat eksistensi usaha di tengah persaingan pasar.

Perlindungan hukum atas karya batik lokal melalui hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dinilai penting, terutama untuk mencegah konflik antar pencipta serta memberi apresiasi pada proses kreatif.

Hal itu disampaikan oleh Isa Wahyudi yang akrab disapa Ki Demang, Ketua Asosiasi Pembatik Kota Malang sekaligus tokoh budaya dari Kampung Budaya Polowijen.

Menurutnya, sejumlah motif batik lokal telah memperoleh HAKI, seperti motif Ken Dedes, Polowijen, hingga motif topeng Ragil Kuning. Proses pengajuan dilakukan melalui lembaga hukum yang memfasilitasi pengurusan hak cipta.

“Yang kami ajukan adalah motif, di dalamnya mengandung nilai filosofis. Desain batiknya seperti apa dan pembeda dengan motif lain itu yang kami tekankan,” ujar Ki Demang.

Ia menegaskan bahwa perlindungan HAKI tidak hanya sebatas pengakuan formal, tetapi juga bagian dari upaya serius dalam membangun branding karya lokal. Meski begitu, ia mengakui bahwa pengaruh HAKI terhadap peningkatan penjualan masih bersifat relatif.

“Kalau di saya, tidak berdampak secara langsung pada marketing. Biasa saja. Tapi HAKI penting untuk menunjukkan bahwa usaha ini digeluti secara serius, dan jadi bentuk kedisiplinan dalam proses kreatif,” tambahnya.

Lebih lanjut, Ki Demang mengungkapkan bahwa pentingnya pengurusan HAKI juga berkaitan dengan potensi konflik antar pengrajin, terutama soal klaim motif batik. Di luar itu, HAKI menjadi bentuk penghargaan terhadap pencipta karya dan budaya lokal yang menginspirasi.

“Kalau batik bukan hanya soal Kampung Budaya Polowijen saja. Karena itu, potensi konflik soal klaim antar pengrajin bisa muncul. Di situlah HAKI jadi penting,” jelasnya.

Upaya pengajuan HAKI oleh para pembatik di Kota Malang, khususnya dari komunitas budaya, diharapkan dapat memperkuat identitas lokal sekaligus memberikan perlindungan hukum atas warisan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved