Marak Kasus Pencabulan Anak, UPT PPA Tulungagung Dampingi Semua Korban Anak-anak

Anak-anak ini masih kebingungan, tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.  Namun, jika tidak ditangani maka trauma ini bisa membekas seumur hidup

Penulis: David Yohanes | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/David Yohanes
BARANG BUKTI - Kapolres Tulungagung, AKBP Taat Resdi (tengah) dan Kepala UPT PPA Tulungagung, Jawa Timur, Dwi Yanuarti menunjukkan barang bukti kekerasan seksual terhadap anak, dari 4 tersangka yang dihadirkan sata konferensi pers, Selasa (3/6/2025). Ada 19 anak-anak yang jadi korban dalam rentang kurang dari 2 bulan. 

SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Polres Tulungagung mengungkap 5 tersangka kasus pencabulan terhadap anak, selama kurang dari 2 bulan. 

Dari 5 tersangka ini ada 19 korban anak-anak, terdiri dari 14 laki-laki dan 5 anak perempuan.

Baca juga: Polres Tulungagung Ungkap 5 Kasus Pencabulan Kurang dari 2 Bulan, 19 Anak di Bawah Umur jadi Korban

Masing-masing 3 anak berusia 6 tahun, 6 anak berusia 8 tahun, 2 anak berusia 9 tahun, 2 anak berusia 10 tahun, 4 anak berusia 12 tahun dan 2 anak berusia 16 tahun.

Menurut Kepala Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Tulungagung, Dwi Yanuarti, jika dibanding tahun 2024 direntang bulan yang sama, terjadi kenaikan kasus.  
 
"Untuk tahun lalu ada 74 korban perempuan dan anak, khusus anak-anak sebanyak 50 korban," jelas Dwi, Selasa (3/6/2025).

Kekerasan yang terjadi pada anak meliputi kekerasan fisik, psikis dan seksual.

Korban 19 anak-anak ini adalah mereka yang melapor, sementara masih ada korban yang tidak mau melapor. 

Seperti pada kasus pencabulan di Pondok Pesantren di Kecamatan Ngunut, ada sekitar 3 korban yang tidak mau dimintai keterangan.

"Kami melakukan pendampingan psikologis kepada semua korban, termasuk korban yang tidak mau melapor," sambung Dwi. 

Pendampingan ini juga diberikan kepada lembaga pendidikan tempat korban belajar. 

Sebab menurutnya, salah satu tujuan pendampingan adalah memastikan para korban tetap mendapatkan hak pendidikan. 

Pendampingan juga memastikan mereka nantinya siap kembali ke masyarakat.

"Kami tidak berpatokan pada waktu, karena kondisi trauma anak tidak sama. Kami masih gali seberapa level trauma mereka," tegasnya. 

Anak-anak ini masih kebingungan, tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. 

Namun menurut Dwi, jika tidak ditangani maka trauma ini bisa membekas seumur hidup. 

Mereka yang menJadi korban, kelak saat sudah dewasa bisa menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

"Kepada lingkungannya kami juga melakukan pendampingan. Karena pelaku ini semua dalah orang dekat korban," pungkasnya. (David Yohanes)

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved