Pengrajin Tusuk Sate Tradisional di Mojokerto Tolak Tawaran Pasar Ekspor London, Butuh Dukungan

Permintaan tusuk sate untuk saat ini rata-rata masih pedagang makanan, pesanannya antara 15-20 ribu tusuk dan ada juga sampai 50 ribu tusuk

Penulis: Mohammad Romadoni | Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANg.COM/Mohammad Romadoni
TUSUK SATE ALAMI: Pengrajin tusuk sate Suwaji (67), menunjukkan hasil produksi tusuk sate yang dibuatnya, di Dusun/ Desa Tangunan, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, Selasa (3/6/2025). 

SURYAMALANG.COM, MOJOKERTO - Produsen tusuk sate rumahan Suwaji (67) di Mojokerto hingga kini produknya banyak digemari karena kualitas yang bagus.

Sayangnya, proses produksi yang masih dijalankan secara tradisional membuat kesulitan untuk meningkatkan kuantitas.

Karena terbatasnya kapasitas produksi, Suwajipun terpaksa menolak tawaran ekspor tusuk sate untuk pasar London, Inggris.  

Suwaji (67) warga Dusun/ Desa Tangunan, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto sudah lebih dari 20  tahun menekuni usaha produksi tusuk sate.

Tusuk sate buatannya itu banyak diminati, karena diproduksi secara tradisional sehingga lebih tebal dan kuat dibandingkan dengan buatan mesin.

Menurut Suwaji, dirinya tetap mempertahankan pembuatan tusuk sate secara tradisional dengan bahan baku bambu murni tanpa campuran maupun bahan pengawet (Belerang).

Proses pengeringan tusuk sate alami dengan memanfaatkan terik dari panas matahari selama dua hari, yang digunakan untuk ketahanan produknya agar lebih awet tahan lama.

"Kita produksi tusuk sate yang alami tanpa campuran bahan pengawet. Kita menjaga kualitas, jangan sampai mengecewakan pelanggan," kata Suwaji, Selasa (3/6/2025).

Ia mengatakan, mayoritas pembeli produk tusuk sate buatannya adalah pedagang makanan hingga pengusaha katering dan, permintaan tusuk sate mendekati Idul Adha masih tergolong normal. 

"Permintaan tusuk sate untuk saat ini rata-rata masih pedagang makanan, pesanannya antara 15-20 ribu tusuk dan ada juga yang sampai 50 ribu tusuk setiap 1-2 Minggu sudah habis terus pesan lagi," bebernya.

Dirinya bersama istrinya, Luluk Qoyumi (60) memproduksi tusuk sate di belakang rumahnya.

Bahan baku satu lonjor bambu panjang sekitar 10 meter dengan harga Rp 25 ribu, dapat memproduksi sekitar 15-20 ribu tusuk sate dengan ukuran 2 mm (untuk sate Ayam) dan 2,5 mm (untuk sate Kambing). 

Terkadang, jika bahan baku habis dirinya memotong bambu di pekarangan rumahnya.

Bambu dipotong kotak menyesuaikan ukuran, lalu diproses menggunakan mesin penyerut buatan sendiri kemudian dijemur dan dihaluskan dengan ditaruh di dalam ban dalam bekas.

Setelah dicuci produk tusuk sate siap dipasarkan.

Halaman
12
Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved