Kisah Inspiratif

Jejak Tono dari Karyawan jadi Juragan Karangan Bunga dan Penggerak UMKM di Jombang 

Dalam sehari, Tono bisa meraup antara Rp 400 ribu hingga Rp3 juta, tergantung ramainya pesanan karangan bunga

Editor: Dyan Rekohadi
SURYAMALANG.COM/Anggit Pujie Widodo
UMKM JOMBANG - Tono Saputro (baju putih) pengrajin bunga asal Desa Dukuh Mojo, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur saat menunjukkan hasil produksinya pada Sabtu (19/7/2025). Bermula dari bekerja di toko hingga jadi penggerak UMKM di desa. 

 


TRIBUNJATIM.COM/Anggit Pujie Widodo. 
 

Laporan : Anggit Pujie Widodo
SURYAMALANG.COM, JOMBANG - Berbekal pengalaman sebagai karyawan, Tono Saputro (44) kini mampu berdikari, membangun usaha kerajinan karangan bunga sendiri di kampung halamannya di Jombang, Jawa Timur.

Karangan bunga buatan hasil karyanya sudah memiliki pasar tersendiri, pemesannya datang dari berbagai penjuru kota.

Tono bahkan sudah mampu menyerap tenaga kerja dari para tetangga di lingkungan sekitar rumah tinggalnya.

Di sebuah sudut rumah sederhana di Desa Dukuh Mojo, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, deretan bunga warna-warni tergantung rapi.

Bukan bunga hidup dari taman, melainkan rangkaian bunga kain dan artificial yang siap dikirim ke berbagai penjuru negeri.

Di sinilah, Tono Saputro (44) menyulap ruang tamunya menjadi bengkel kreativitas.

Sembari duduk di atas tikar, ia telaten mengikatkan pita, menata papan, dan menempelkan ornamen huruf. 

Bagi Tono, setiap karangan bunga adalah ungkapan rasa, duka, bahagia, syukur, harapan.

Dan dari setiap papan itu pula, harapannya untuk bangkit dan memberdayakan sekitar terus mekar.

Sebelum menjadi pengusaha karangan bunga di desanya, Tono pernah hidup sebagai karyawan pembuat bunga di Surabaya. 

Sembilan tahun ia habiskan di kota itu, belajar dari nol tentang bentuk, komposisi, hingga tren permintaan pasar.

"Dulu saya cuma tukang potong busa, lama-lama belajar merangkai dan melayani pelanggan," ucapnya, Sabtu (19/7/2025).

Namun semua itu berakhir ketika ia memutuskan kembali ke kampung halaman.

Pulang bukan karena gagal, tapi justru karena merasa sudah waktunya membangun sesuatu sendiri. 

Berbekal ilmu yang telah diasah, ia mendirikan UMKM karangan bunga di rumah sendiri enam tahun lalu.

Kini, usahanya tumbuh. Ada tujuh karyawan tetap yang bekerja bersamanya.

Ditambah sepuluh ibu rumah tangga sekitar yang ikut merangkai bunga kain. 

Produksi tak pernah berhenti. Bahkan ketika hari sedang sepi pesanan pun, tangan-tangan itu tetap bergerak.

Usaha Tono tak hanya dikenal di sekitar Mojoagung. Lewat komunitas perajin dan media sosial, pesanan pun berdatangan dari luar kota bahkan luar pulau.

"Pernah saya kirim ke Papua. Jauh sekali, tapi bisa karena jejaring komunitas," ujarnya. 

Dalam sehari, ia bisa meraup antara Rp 400 ribu hingga Rp3 juta, tergantung ramainya pesanan.

Harga karangan bunga bervariasi, dari Rp 400 ribu untuk yang sederhana hingga jutaan untuk permintaan khusus.

Karangan bunga tak lagi soal momen duka atau pesta pernikahan saja.

Kini, Tono rutin menerima pesanan untuk peresmian kantor, pembukaan toko, hingga ucapan ulang tahun bisnis.

“Bunga itu simbol, dan simbol tidak kenal musim,” ungkapnya.

Tono tak memonopoli kerja kreatif ini. Ia membuka peluang bagi ibu-ibu di sekitar rumahnya untuk terlibat.

Sebagian ibu rumah tangga kini punya penghasilan sendiri dari merangkai bunga kain. 

"Saya ingin usaha ini jadi tempat belajar juga. Jadi, ibu-ibu yang awalnya hanya tahu masak dan bersih-bersih, sekarang bisa punya skill baru dan penghasilan sendiri," tutur Tono.

Meski tampak sederhana, usaha karangan bunga milik Tono adalah contoh nyata bagaimana pengalaman bisa diubah menjadi jalan penghidupan tak hanya bagi diri sendiri, tapi juga bagi sekitar.

“Saya ingin usaha ini tumbuh bersama desa, bukan hanya milik saya sendiri,” pungkas Tono. 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved