Pembunuhan Brigadir Nurhadi
Istri Brigadir Nurhadi Datangi Mapolda NTB Demi Dapat Keadilan Soal Pembunuhan Suaminya
Istri Brigadir Nurhadi datangi Mapolda NTB demi mendapatkan kejelasan dan keadilan soal pembunuhan suaminya,.
Penulis: Frida Anjani | Editor: Frida Anjani
SURYAMALANG.COM - Mulai sepi diberitakan, kini istri Brigadir Nurhadi datangi Mapolda NTB demi mendapatkan kejelasan dan keadilan soal pembunuhan suaminya.
Itri almarhum Brigadir Muhammad Nurhadi, Elma Agustina mendatangi Mapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Jumat (18/7/2025) lalu.
Brigadir Nurhadi diduga dibunuh oleh kedua atasannya Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra di Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kedua tersangka kini sudah ditahan dan dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH).
Menurut Komisi Kode Etik Polri (KKEP), keduanya terbukti melanggar pasal 11 ayat (2) huruf b dan pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi Polri.
Mereka juga dikenakan pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri.
Karena tak kunjung mendapatkan kepastian penangan dan keadilan insiden pembunuhan Brigadir Nurhadi, Elma mendatangi Mapolda NTB.
Tidak sendirian, Elma didampingi oleh dua kuasa hukum suaminya Giras Genta Tiwikrama dan Kumar Gauraf.
Elma lantas menegaskan bahwa tujuan datang ke Mapolda NTB untuk mencari kepastian penanganan dan keadilan bagi suaminya.
Baca juga: Akhir Kisah Al-Waleed, Pangeran Arab Koma Selama 20 Tahun, Dijuluki "Sleeping Prince"
"Hanya meminta kepastian dan keadilan," kata Elma, Jumat (18/7/2025).
Kuasa hukum Brigadir Nurhadi, Giras Genta Tiwikrama, mengatakan bahwa kedatangan Elma dan keluarga disambut langsung Kapolda NTB Irjen Hadi Gunawan.
Giras mengatakan dalam surat tertulis yang diberikan kepada Kapolda, meminta agar kasus tewasnya anggota polisi asal Narmada itu segera diselesaikan dan dilengkapi sesuai petunjuk jaksa.
"Kami sepenuhnya percaya dengan Polda NTB dapat mengusut kasus ini dengan tuntas, sehingga motif-motifnya didapatkan," kata Giras.

Saat bertemu mereka, Kapolda meminta kepada jajarannya untuk mengatensi lebih terhadap kasus ini.
Hadi menyampaikan kepada keluarga, kasus ini ditangani dengan hati-hati karena para tersangka ini merupakan penyidik berpengalaman di bidang kriminal.
"Mereka (Kapolda) merasa institusi Polri tidak boleh kalah dengan oknum," tegas Giras.
Kuasa hukum lainnya, Kumar Gauraf menyampaikan, Kapolda akan mengevaluasi proses penyidikan dalam kasus ini.
Dalam surat yang disampaikan itu juga, para kuasa hukum meminta agar proses penyidikan tidak hanya mendengar keterangan tersangka melainkan melakukan Scientific Crime Investigation.
Metode yang digunakan dalam investigasi kriminal yang menerapkan prinsip dan teknik ilmiah untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti.
"Jadi kami berharap apa yang menjadi saran kami diterima dan pak Kapolda sudah mengkonfirmasi kesemua bawahannya secara menyeluruh," kata Kumar.
Kumar juga mengatakan, pihak keluarga merasa penanganan kasus ini lambat, sehingga dengan kedatangan mereka ini kasus ini segera menemui titik terang.
Baca juga: Nasib Wali Murid Minta Ganti Rugi Rp 25 Juta ke Guru Madrasah di Demak Ketakutan Kasusnya Viral
Brigadir Nurhadi Sempat Bongkar Tabiat Asli Kompol Yogi
Sebelum tewas, Nurhadi sempat membongkar tabiat asli Kompol I Made Yogi, yang disebut sering menggelar pesta dengan mengundang Lady Companion (LC).
Kompol Yogi bersama dua tersangka lainnya, Ipda Haris Chandra dan Misri Puspita Sari, telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian. Kompol Yogi bahkan resmi dipecat dari kepolisian.
Namun, keluarga Brigadir Nurhadi menolak keras penerapan pasal penganiayaan ringan dan menuntut pengusutan kasus sebagai pembunuhan.
Mereka menyoroti sejumlah kejanggalan, termasuk bukti ancaman yang dikirim salah satu tersangka kepada almarhum, serta autopsi yang menguatkan dugaan adanya tindak pidana pembunuhan.
Seperti diketahui, Polda NTB telah menetapkan Kompol I Made Yogi Purus, Ipda Haris Chandra, dan Misri Puspita Sari sebagai tersangka.
Mereka tersangka kasus dugaan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian (Pasal 351 ayat 3 dan/atau Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 KUHP).
Dalam vonis yang diberikan, Kompol I Made Yogi Purusa dipecat dari kepolisian atau Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) sejak Selasa (27/5/2025).
Yogi terbukti melanggar pasal 11 ayat (2) huruf b dan pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang kode etik profesi Polri.
Ia dikenakan pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri.
Namun, pihak keluarga almarhum Brigadir Nurhadi keberatan atas penerapan pasal tersebut.
Baca juga: Gus Miftah Turun Tangan Dengar Kabar Guru Madrasah Didenda Rp 25 Juta di Demak, Beri Hadiah Umroh
Keberatan ini disampaikan melalui kuasa hukum keluarga almarhum Brigadir Nurhadi, Giras Genta Tiwikrama dan Kumar Gauraf, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (13/7/2025).
"Pihak keluarga merasa membutuhkan pendampingan hukum karena perkara ini semakin rumit dan belum menemui kejelasan mengenai siapa pelaku utama pembunuhan, serta apa motif sesungguhya di balik peristiwa tersebut," kata Genta, dalam rilisnya.
Ia menyebut, setidaknya ada empat poin penting pernyataan keluarga almarhum Brigadir Nurhadi.
Pertama, pihak keluarga menyatakan keberatan sekaligus kekecewaan atas konstruksi hukum yang diterapkan oleh pihak kepolisian, yang hanya menggunakan Pasal 351 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara.
"Berdasarkan fakta yang kami peroleh, terdapat indikasi kuat bahwa almarhum merupakan korban tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP," katanya.
Penerapan pasal yang lebih ringan, kata Genta, tidak mencerminkan prinsip kepastian hukum dan keadilan, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan.
Keluarga almarhum meyakini bahwa peristiwa ini bukan semata-mata persoalan emosi sesaat sebagaimana narasi yang berkembang di ruang publik.
"Temuan hasil autopsi dan keterangan dokter forensik justru memperkuat dugaan telah terjadi tindak pidana pembunuhan," ujarnya.
Kedua, keyakinan keluarga didasarkan pada sejumlah temuan, di antaranya keberadaan tangkapan layar pesan ancaman dalam telepon genggam almarhum Brigadir Nurhadi, yang dikirimkan oleh salah satu tersangka.
"Bukti tersebut mengindikasikan adanya motif lain yang hingga kini belum sepenuhnya diungkap secara transparan oleh pihak kepolisian," katanya.
Brigadir Nurhadi semasa hidup dikenal sebagai sosok yang jujur, polos (Bongoh), dan tidak pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkotika, konsumsi minuman keras, maupun perilaku negatif lainnya.
"Tudingan bahwa almarhum mencoba merayu teman perempuan salah satu tersangka sama sekali tidak berdasar dan cenderung merupakan upaya pengaburan fakta yang sebenarnya," katanya.
Ketiga, keluarga turut menyoroti kebijakan penahanan yang menempatkan tiga tersangka dalam satu lokasi tahanan meskipun berada di sel yang berbeda.
Penempatan semacam ini berpotensi memengaruhi independensi dan objektivitas keterangan yang akan disampaikan oleh masing-masing tersangka dalam proses penyidikan maupun persidangan.
Terlebih sejak awal, perkara ini telah diwarnai berbagai pernyataan yang berubah-ubah dan dugaan kebohongan.
"Oleh karena itu, kami mengharapkan agar dilakukan “Pemeriksaan Psikologis Forensik” secara menyeluruh terhadap ketiga orang tersangka," katanya.
Keempat, keluarga ingin menegaskan bahwa almarhum meninggalkan seorang istri dan dua anak yang masih kecil.
Baca juga: Bocoran Kondisi Sofian Effendi Setelah Tarik Ucapan Soal Ijazah Palsu Jokowi Versi Rismon Sianipar
Salah satunya bahkan bayi laki-laki baru berusia satu bulan pada saat almarhum ayahnya meninggal dunia.
Kondisi ini menimbulkan luka mendalam yang tidak hanya berdampak secara psikologis, tetapi juga sosial dan ekonomi bagi keluarga korban.
Atas dasar seluruh fakta dan pertimbangan tersebut, kuasa hukum keluarga Brigadir Nurhadi mendesak agar seluruh pihak terkait, khususnya aparat penegak hukum, melakukan penanganan perkara ini secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Sehingga kebenaran materil dapat terungkap secara utuh tanpa ada pihak mana pun yang dilindungi atau disalahkan secara tidak semestinya.
Pihaknya percaya bahwa pengungkapan perkara secara tuntas dan penerapan pasal yang tepat sesuai fakta hukum akan menjadi bentuk penghormatan terakhir kepada almarhum serta wujud pemulihan keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Misri Puspita Sari tersangka pembunuhan Brigadir Nurhadi ajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerjasama.
Misri adalah Lady Companion atau LC asal Jambi.
Ia adalah teman kencan Kompol I Made Yogi Purusa di villa Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (16/4/2025).
Permohonan justice collaborator diajukan Misri melalui kuasa hukumnya, Yan Mangandar ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Justice collaborator atau kolaborator keadilan adalah seorang pelaku tindak pidana yang bekerja sama dengan penegak hukum dengan cara memberikan informasi penting dan relevan terkait kejahatan yang lebih besar, yang melibatkan pelaku lain.
Dalam konteks hukum pidana di Indonesia, istilah ini banyak digunakan dalam penanganan kasus-kasus korupsi, narkotika, terorisme, dan kejahatan terorganisir.
Misri, satu dari tiga tersangka dalam kasus kematian anggota Paminal Bid Propam Polda NTB (Nusa Tenggara Barat) Brigadir Muhammad Nurhadi, di Villa Tekek The Beach House Hotel Gili Trawangan, Lombok Utara, Rabu (16/4/2025).
Yan menjelaskan surat pengajuan tersebut sudah dikirim melalui online, dan ditembuskan ke Komnas Perempuan, Polda NTB, dan Kejaksaan Tinggi NTB.
Isi dari permohonan justice collaborator itu menerangkan, Misri mengakui berada di lokasi kejadian.
"Tetapi membantah pasal sangkaan yang dia terlibat penganiayaan maupun kelalaian bersama Kompol Yogi dan Ipda Aris yang karena kelalaiannya menyebabkan orang meninggal dunia," kata Yan, Senin (14/7/2025).
Pengacara Kompol Yogi menyebut kliennya mengaku justru ia yang berusaha menyelamatkan nyawa Brigadir Nurhadi, bukan membunuhnya.
"Berdasarkan keterangan klien kami, klien kami sudah berusaha menyelamatkan almarhum Brigadir Nurhadi dari dasar kolam," kata pengacara tersangka, Hijrat Prayitno.
Lantaran hal itu, pengacara heran dengan penetapan tersangka terhadap Kompol Yogi.
"Kami tidak tahu apa yang menjadi dasar Polda menetapkan klien kami menjadi tersangka pasal 351 dan atau 359," imbuh Hijrat.
"Ahli forensik hanya menjelaskan penyebab bukan pelakunya," sambungnya.
(SURYAMALANG.COM/TRIBUNLOMBOK.COM)
Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp
istri Brigadir Nurhadi
pembunuhan Brigadir Nurhadi
Elma Agustina
Brigadir Nurhadi
Kompol Yogi
Ipda Haris Chandra
suryamalang
Mapolda NTB
Polda NTB
Aktivitas Misri Tersangka Kematian Brigadir Nurhadi Main Medsos Tiap Hari, Penahanan Ditangguhkan |
![]() |
---|
Heboh Misri Live IG di Kamar, Teman Kencan Kompol Yogi Tersangka Kasus Brigadir Nurhadi Sudah bebas? |
![]() |
---|
3 Bulan Lebih Kematian Brigadir Nurhadi Tanpa Titik Terang, Misri Ubah Pernyataan Lihat Ipda Haris |
![]() |
---|
NASIB Misri Dijerat 4 Pasal Sekaligus Kasus Brigadir Nurhadi, Pengacara: Jelas Bukan Pelaku |
![]() |
---|
Beda Gaya Hidup Istri Sah dan Wanita Sewaan Misri Puspitasari, Istri Kompol Yogi Pebisnis Perhiasan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.