Strategi Kampus Cari Mahasiswa Baru
STIBA Malang Meredup, Usaha Warga Ikut Surut
Keberadaan Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing (STIBA) Malang sempat menjadi sumber penghidupan warga sekitar.
SURYAMALANG.COM, MALANG - Keberadaan Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing (STIBA) Malang sempat menjadi sumber penghidupan warga sekitar. Rumah kos, warung, dan penatu di sekitar Kampus STIBA Malang kehilangan pelanggan seiring menurunnya jumlah mahasiswa.
Sejak jumlah mahasiswa STIBA menurun drastis, suasana ramai di sekitar kampus juga menghilang. Kamar kos dan usaha warga sekitar pun seakan mati suri.
Ashar Sofianto menjadi saksi geliat dan kemunduran aktivitas ekonomi akibat menurunnya jumlah mahasiswa di sekitar kediamannya. "Pada awal tahun 90-an sempat ramai. Harapannya kawasan ini bakal naik secara komersial, apalagi saat itu perumahan dan usaha belum banyak," ujar Ashar, Senin (28/7).
Pria yang telah menetap di Sawojajar, Kota Malang sejak tahun 1989 ini mengungkapkan kehadiran STIBA saat itu sempat menjanjikan. Banyak rumah warga dialihfungsikan menjadi kos-kosan dan warung makan. Mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, termasuk dari Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur turut menggerakkan ekonomi lokal.
Namun, masa keemasan itu tidak bertahan lama. Seiring waktu, jumlah mahasiswa menyusut, sampai saat ini kampus STIBA hanya menyisakan aktivitas di lantai dua saja. Nama kampus pun nyaris tidak terlihat karena plang identitas kampus tidak lagi terpampang.
"Sayang sekali. Sekarang hanya dua mahasiswa saja. Rumah kos sepi, warung-warung pun tutup. Dulu kawasan ini belum seramai sekarang, tapi setidaknya hidup karena adanya kampus itu," imbuh Ashar.
Ashar mengingat dulu di gang tempatnya tinggal itu ada tiga rumah yang disulap menjadi rumah kos. Setiap tahun mahasiswa baru datang, dan warga ikut merasakan rezeki dari hiruk pikuk itu. "Sekarang tiga rumah itu sudah kosong," ujar Ashar.
Masyarakat sangat menyayangkan kondisi STIBA saat ini. Selain karena berpotensi meningkatkan ekonomi, keahlian bahasa asing yang ditawarkan kampus tersebut sangat dibutuhkan di dunia kerja modern. "Dulu saya kerja di bagian HRD di STIBA. Bahasa asing itu menjadi nilai plus. Sayangnya sekarang orang lebih pilih kursus online. Tapi kampus seperti STIBA semestinya bisa berperan besar lagi," tuturnya.
Dari sisi sosial, Ashar mengakui pernah ada ketegangan antar mahasiswa yang menyebabkan warga resah. Tawuran itu yang memengaruhi persepsi masyarakat terhadap mahasiswa.
Namun, warga tetap berharap kampus tersebut bisa bangkit kembali dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sekitar. Apalagi, tren kebutuhan keahlian bahasa asing masih sangat tinggi. "Kalau STIBA bisa hidup lagi dengan konsep pendidikan yang relevan, masyarakat pasti mendukung. Asalkan ada promosi dan arah yang jelas. Potensi ekonomi kawasan ini masih besar," imbuhnya.(Benni Indo/Bilqis Nafisyah Atjim Roa)
Jumlah Mahasiswa Stagnan, UNIRA Malang Buka Konsentrasi Pendidikan Perdamaian |
![]() |
---|
Berjaya Tahun 1990-an, Kini STIBA Malang Hanya Terima 2 Mahasiswa Baru |
![]() |
---|
Optimisme STIBA Malang di Antara Sepinya Mahasiswa, Perjuangan Menghapus Label ‘Mati’ |
![]() |
---|
Kisah STIBA Malang Berjuang untuk Tetap Eksis, Sudah Rasakan Tak Mendapat Mahasiswa Baru Sama Sekali |
![]() |
---|
Ketimpangan Antara PTN dan PTS di Malang, LLDIKTI Tekankan Kemandirian dan Inovasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.