Faiz tidak membantah apa yang teman-teman Dita sampaikan.
"Yang perlu orang-orang sadari bahwa kenal dengan Dita, atau orang-orang seperti ini, anda kenal sejauh mana? Tetangganya saja tidak tahu, ibunya sendiri saja gak tahu, teman-teman pengajian pun, kalau itu lingkaran luar mereka juga tidak akan tahu. Nah siapa yang tahu? Ya yang mengkader Dita, mentornya," ungkap Faiz.
"Saya tahu dia dari orang-orang yang pernah jadi mentor Dita saat itu. Saya berteman baik dengan para mentor, bahkan sampai sekarang dalam kondisi mereka sudah bertaubat," tambah Faiz.
Pria 40 tahunan ini mengaku jika ideologi keras seperti itu dia kenal saat di bangku SMA.
Ia menyebut kegiatan dan pelajaran SKI (Sie Kerohanian Islam) yang dilakukan di sekolah, sementara pengajiannya dilakukan di luar sekolah.
Faiz mengungkapkan saat SMA itu, ideologinya masih tahap meyakini negara gak benar, aturan yang dipakai bukan Islam.
Saat itu, ideologinya hanya diyakini dalam hati saja, tidak memakai kekerasan.
"Nah Dita sudah punya benih ini saat SMA, kemudian dia berevolusi ke organisasi yang lebih ekstrem, menghalalkan darah orang lain. Menjadi teroris itu tidak ujug-ujug jadi teroris, ada prosesnya," lanjut Faiz.
Seorang teroris juga tidak bisa dikenali dari latar belakang pelaku.
Keluarga Dita berasal dari keluarga baik, dia tidak sedang setres, berprestasi, pintar kimia, dia juga dari keluarga kaya, dia ahli sedekah, setia kawan, dan lemah lembut.
Menurut Faiz, Dita adalah orang baik, cuma terkena ideologi yang salah.
"They are among us, just like us, we can't notice them. Saat saya diajak orang NII pun, mereka pakai pakaian biasa (tidak ada tanda-tanda pakaian kelompok tertentu)," tegasnya