Nasional

Penyebab Terjadi Banyak Kecelakaan di Tol Cipularang Dibeber Ahlinya, Patahkan Anggapan Unsur Mistis

Penulis: Raras Cahyaning Hapsari
Editor: Dyan Rekohadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Korban tewas kecelakaan beruntun di Tol Cipularang bertambah jadi 9 orang

SURYAMALANG.COM - Penyebab terjadi banyak kecelakaan di Tol Cipularang dipaparkan seorang ahli berbekal data investigasi, mengikis faktor mistis seperti dugaan banyak orang.

Kecelakaan di tol Cipularang yang terjadi Senin 2 September 2019 lalu masih mengejutkan banyak orang.

Siapa sangka ternyata Kecelakaan itu bukanlah kali pertama terjadi di Tol Cipularang, sebelumnya telah beberapa kali terjadi Kecelakaan di tol tersebut.

Tak heran jika banyak cerita mistis yang berkembang menyusul banyaknya kecelakaan yang terjadi.

Dilansir dari wawancara dalam Tribunnews dalam artikel berjudul 'Ini Penjelasannya, Mengapa Laka Maut Sering Terjadi di Sekitar KM 91-92 Tol Purbaleunyi' ternyata penyebab kecelakaan itu sama sekali tak berhubungan dengan hal mistis.

Jusri Pulubuhu, instruktur keselamatan berkendara dari Jakarta Defensive Driving Consulting, teringat beberapa tahun lalu saat ia diajak melakukan investigasi mengapa kecelakaan sering terjadi di kawasan sekitar KM 91-92 di Jalan Tol Purbaleunyi tersebut.

Di kawasan itu jalan tol dari arah Bandung menuju Jakarta berupa turunan panjang dan berbelok.

“Yang membuat saya kaget, perilaku pengemudi di sana mengerikan sekali. Banyak mobil yang melaju di atas batas kecepatan yang ditetapkan untuk ruas itu, termasuk mobil-mobil besar seperti truk dan bus. Dari 10 truk yang lewat, tujuh di antaranya melaju hingga kecepatan 100 km per jam,” papar Jusri, Senin (2/9/2019) malam.

Menurut Jusri, perilaku itu sangat berbahaya mengingat kendaraan-kendaraan besar ini membawa muatan yang sangat berat, sehingga momentumnya menjadi sangat tinggi.

Dalam ilmu fisika, momentum adalah hasil perkalian antara massa benda dan kecepatannya.

Makin besar massa dan kecepatan kendaraan, makin besar momentumnya, yang artinya dibutuhkan gaya yang jauh lebih besar untuk menghentikan lajunya.

“Dalam kondisi itu, momentumnya besar sekali dan kendaraan akan sulit dikendalikan. Apalagi kondisi jalannya tidak ideal, yakni turunan panjang dan berbelok,” ujarnya.

Lebih membahayakan lagi, Jusri mencatat perilaku berbahaya lain yang sering dilakukan pengemudi angkutan umum, yakni mematikan mesin saat berada di turunan.

Hal itu biasanya dilakukan dengan alasan untuk menghemat bahan bakar.

“Sehingga tidak ada pengereman mesin atau engine brake, jadi hanya mengandalkan rem biasa. Dalam kondisi ini, rem akan alami depresiasi karena panas sehingga terjadi brake fading, alias rem blong,” tutur instruktur senior safety driving ini.

Halaman
12

Berita Terkini