SURYAMALANG.COM - Perlindungan terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal asing dirasa belum optimal.
Hal ini diutarakan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Kemnaker mengakui perlindungan bagi awak kapal perikanan, terlebih bagi pekerja di kapal berbendera asing, belum optimal.
Padahal, sudah ada regulasi yang mengatur perlindungan bagi mereka.
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Kemnaker, Eva Trisiana, menjelaskan saat ini terdapat enam regulasi yang mengatur perlindungan awak kapal perikanan.
Sayangnya, kondisi di lapangan menunjukkan masih minimnya perlindungan bagi mereka.
Hal itu tercermin dari kasus terbaru yang diungkap oleh media Korea Selatan mengenai tiga jenazah Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang berkerja di kapal ikan China, dilarung ke laut.
• Kekejaman China Terhadap ABK Indonesia saat di Kapal, Tidur 3 Jam, Minum Air Laut, Makan Umpan Ikan
• Video Rekaman Mayat ABK Indonesia Dibuang di Samudera Pasifik Heboh, Kerja 30 Jam & Dibayar 135 Ribu
"Pelaksaaan perlindungan belum optimal padahal regulasi sudah ada," kata Eva dalam diskusi daring Memperbaiki Tata Kelola Awak Kapal Perikanan Indonesia, Rabu (13/5/2020).
Menurutnya, persoalan ini terjadi karena pelaksanaan perlindungan pekerja perikanan belum terkoordinir secara efektif.
Kebijakan yang ada masih bersifat sektoral.
Selain itu, pendataan juga belum optimal dan terintegrasi antar instansi terkait.
"Masing-masing punya data sendiri, tidak ada yang satu data," imbuhnya.
Sertifikasi kompetensi yang belum berjalan baik dan penegakan kebijakan hukum belum yang belum optimal, turut menjadi faktor yang mempengaruhi perlindungan awak kapal ikan.
"Sosialisasi juga belum masif yang mengakibatkan masyarakat belum paham betul soal aturan-aturan (mengenai kapal perikanan)," kata Eva.
Dengan kondisi demikian, tak heran jika Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mencatat kasus yang terjadi di kapal ikan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kapal lainnya yang berbendera asing.