"Janganlah seperti mau ditutup-tutupi. Jangan," tegasnya.
"Ketika orang mau menutupi kejahatan, kejahatan itu mau lari secepat kilat, pada saatnya kebenaran akan mengalahkan kejahatan itu," lanjutnya.
Pernyataan Jaelani ini terkait kesimpangsiuran informasi yang didapat pihak keluarga.
Dirinya menceritakan, pada Minggu 23 Juli 2023, pihak keluarga mendapat telepon dari Mabes Polri yang mengatakan, Bripda Ignatius sakit keras.
"Sementara pada hari Jumat atau Sabtu, Bripda ini berkomunikasi dengan Mamanya, Bapaknya. Itu memang sesuatu yang jaraknya beberapa jam, tiba-tiba dikatakan sakit keras. Mendadak. Itu yang pertama," katanya.
"Kedua, ada tokoh masyarakat Melawi yang telepon orangtua korban, mengatakan waktu itu karena handphonenya tak dipegang orangtua, tapi dipegang kepolisian, dia katakan anak bapak ini kecelakaan. Jadi ini simpang siur," paparnya.
"Jadi sewaktu pak Y Pandi (orangtua korban) ini datang kesana baru dicertikan bahwa ini tertembak," paparnya.
Menurutnya, perlu diluruskan juga, apakah korban tertembak dan ditembak.
Sebab kedua hal itu berbeda.
"Jangan-jangan ada unsur kesengajaan. Inikan di dalam tas. Untuk apa dia mengambil dan keluarkan senjata itu. Ada apa?," katanya.
*Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan Tribun Pontianak