Sedangkan BMKG Juanda Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Kelas I Juanda, Teguh Tri Susanto mengungkapkan, fenomena tornado api yang muncul merupakan fenomena dust devil.
Yakni pusaran yang kecil namun kuat.
Fenomena itu terjadi ketika udara kering dan sangat panas.
Ketidakstabilan terjadi di permukaan tanah dan naik dengan cepat melalui udara yang lebih dingin di atasnya.
Udara kering itu membentuk aliran berupa pusaran yang membawa debu, serpihan, atau puing-puing di sekitarnya, termasuk api seperti yang terjadi di Bromo.
"Namun objeknya dominan api, hal tersebut terjadi karena ada pemanasan udara oleh api," ungkap Teguh.
Dust devil, kata Teguh, dapat terbentuk saat terjadi pemanasan matahari yang cukup intensif.
Tutupan awan sangat sedikit, banyak debu dan pasir dan kelembaban permukaan tanah yang rendah
“Fenomena ini umum terjadi di tanah lapang yang minim hambatan" tutur Teguh.
"Karena udara panas menimbulkan pusat tekanan rendah dan menyebabkan terbentuknya pusaran udara dari udara di sekelilingnya yang lebih dingin,” lanjutnya.
Fenomena ini berbeda dengan puting beliung. Terjadi dalam waktu singkat dan tak bersifat destruktif.
“Bukan dari awan cumulonimbus, namun dari pemanasan lokal, kecepatan angin tidak terlalu tinggi" urai Teguh.
"Dampak yang disebabkan tidak menghancurkan, waktunya enggak lama, kurang dari satu menit,” tandasnya.
Baca juga: Air Sumur di Kediri Bisa Menyala, Tim Peneliti ITS Surabaya Melakukan Uji Geolistrik
Artikel Kompas.com 'Sederet Hal soal Tornado Api yang Muncul Saat Kebakaran Bromo'.
3. Proses Pemadaman