Berita Pasuruan Hari Ini

LSM Pasuruan Dorong BPK Lapor ke Penegak Hukum Jika Temukan Unsur Pidana dan Kerugian Negara

Penulis: Galih Lintartika
Editor: Yuli A
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (PUSAKA) Lujeng Sudarto

Artinya, kerugian negara itu muncul bisa disengaja atau tidak disengaja. Jika memang disengaja sejak awal, ada niatan nyolong  volume, dan itu dilakukan dengan sadar, BPK langsung saja melapor ke APH.

SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA) berencana mengkaji LHP BPK tahun anggaran 2023 milik Pemkab Pasuruan dan Pemkot Pasuruan.

“Kami akan lihat, jika memang ditemukan unsur pidana dan kerugian negara, maka kami meminta BPK untuk menyerahkan itu kepada aparat penegak hukum,” kata Lujeng Sudarto, Direktur PUSAKA, Selasa (2/4/2024).


Dia mengingatkan, BPK Jawa Timur untuk tidak hanya menggunakan instrumen UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan dalam melakukan audit atau pemeriksaan keuangan di Pemkab atau Pemkot Pasuruan.


“BPK jangan hanya melakukan audit administratif dan kinerja saja jika menemukan kasuistik seperti kelebihan bayar pada pengadaan barang dan jasa, belanja modal, dan belanja pegawai atau penggunaan keuangan daerah lainnya yang tidak sesuai dengan standar akutansi pemerintah atau tidak patuh terhadap peraturan perundang-undangan” paparnya.


Menurutnya, dengan instrumen UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pertanggung jawaban Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara, BPK bisa saja melakukan pemeriksaan investigatif. 


Artinya, kata dia, jika terdapat temuan potensi kerugian negara akibat kelebihan bayar, maka Pemkab atau Pemkot diminta untuk mengembalikan uang negara dan jika sudah dikembalikan seolah - olah permasalahan selesai.


Bahkan, Pemkot dan Pemkab bisa mendapatkan LHP BPK dengan status WTP dengan diberi waktu 60 hari untuk membayar denda, dan toleransi waktu selama 60 hari untuk pengembalian.


Jika dalam interval waktu 60 hari itu diabaikan, maka temuan itu baru masuk ke ranah tindak pidana korupsi. “Saran saya, jika tedapat mens rea , dan kerugian negara seharusnya sudah diserahkan ke APH,” paparnya.


Dalam UU Nomor 15 Tahun 2004, jika terdapat unsur pidana dan kerugian negara, maka hasil pemeriksaan tersebut harus diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti secara hukum. 


Pada Pasal 13 jelas diatur bahwa pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya indikasi kerugian negara, daerah dan atau unsur pidana. 


Dan pada Pasal 14 disebutkan apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Berdasarkan kedua pasal tersebut, maka pengembalian denda atau kelebihan bayar harus tetap diuji apakah terdapat mens rea (niat jahat) dan actus reus (perbuatan yang bisa dipidana).


“Sehingga, kami berpendapat bahwa pengembalian kerugian negara tersebut tidak serta merta selesai, tetapi bisa dibawa ke ranah tindak pidana korupsi,” sambung Lujeng, sapaan akrabnya.


Pada prinsipnya UU Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pertanggungjawaban Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara, adalah penegasan dari Undang-undang Tidak pidana korupsi, bahwa pengembalian keuangan negara tidak menghapus pidananya.

Halaman
12

Berita Terkini