#PASURUAN - Pasti ada orang besar yang terlibat dalam kasus sebesar ini. Apalagi, desain pemotongan sudah disiapkan matang dan terstruktur.
SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Pasuruan menyita uang Rp 400 juta dari kantor Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kabupaten Pasuruan.
Penyitaan dilakukan menyusul penetapan status tersangka terhadap Ahmad Khasani, mantan Kepala BPKPD, terkait pemotongan dana insentif pegawainya pada Jumat (31/5/2024) pagi. Pada hari itu juga, Khasani langsung dikerangkeng di Rutan Bangil.
"Penyidik menemukan uang Rp 400 juta. Dugaan kami, ini uang hasil pemotongan dana insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah BPKPD Kabupaten Pasuruan di triwulan IV yang dikumpulkan," kata Kasi Intel Kejari Kabupaten Pasuruan, Agung Tri Radityo.
Agung belum bisa menyampaikan modus dan model pemotongan dana insentif pegawai ini. Menurutnya, ini masih dalam tahap pengembangan penyidik. Dia berjanji, jika pemeriksaan ini sudah tuntas, publik akan mendapatkan haknya terkait informasi yang jelas dan gamblang.
"Kami masih punya waktu untuk melakukan pendalaman. Yang jelas, tahap awal ini, kami sudah naikkan status AK sebagai tersangka dan langsung kami tahan. Ke depan, kami akan lakukan pemeriksaan ulang. Beberapa saksi akan kami periksa untuk melengkapi data," tegasnya.
Dia mengatakan, uang itu menjadi bukti dalam kasus ini. Menurut Kasi Intel, pihaknya akan menahan AK selama 20 hari mendatang. Disampaikannya, selama waktu itu, pihaknya akan melengkapi berkas-berkas pemeriksaan sebelum kasus ini dilemparkan ke pengadilan untuk persidangan.
AK dikenakan sangkaan melanggar Pasal 12 huruf (e) Jo. Pasal Pasal 18 Undang-undang RI, Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI, Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang RI, Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsidair : Pasal 12 huruf (f) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI, Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI, Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atau, Kedua Pasal 11 Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"AK memang kami tahan karena beberapa alasan. Pertama, dengan pertimbangan kesehatan dari dokter yang cukup baik, dan meminimalisir kemungkinan AK melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, yang bersangkutan kami tahan untuk memudahkan pemeriksaan," tuturnya.
Direktur Masyarakat Demokrasi Anti Korupsi (MERAK) Moch Hartadi meminta penyidik kejaksaan tidak ragu dalam membongkar praktek pemotongan dana insentif pegawai yang sangat tidak bermoral. Pemotongan ini jelas merugikan pegawai, sedangkan satu sisi lainnya, hasil pemotongan ini justru menguntungkan beberapa pihak.
"Artinya, jangan ragu untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam pusaran kasus ini. Seperti di Sidoarjo, KPK berhasil menangkap Bupati Sidoarjo yang diduga kuat menerima aliran dan juga menginstruksikan BPKPD untuk memotong. Kasusnya sama dengan yang terjadi di Pasuruan," tegasnya.
Jadi, kata Hartadi, sapaan akrabnya, penyidik jangan ragu. Jika memang uang hasil pemotongan ini lari ke Bupati atau ke pihak - pihak lain, mereka juga harus dimintai pertanggung jawaban. "Kami minta kejaksaan untuk lebih berani dalam membongkar praktek lancung seperti ini," imbuhnya.
Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA) Lujeng Sudarto juga meminta kejaksaan untuk menyelidiki dalang pemotongan dana insentif pegawai ini.