Berita Surabaya Hari Ini

Pemkot Surabaya Siap Bangun ART, Anggaran Rp 500 Miliar per 7 Km untuk Kereta Otonom Tanpa Rel Itu

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan model transportasi massal perkotaan Autonomus Rapid Transit (ART) atau trem otonom tanpa rel.

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Pemkot Surabaya menyiapkan transportasi massal perkotaan Autonomus Rapid Transit (ART) atau trem otonom tanpa rel. 

Kota Surabaya bahkan diyakini akan menjadi kota kedua di Indonesia yang akan mengoperasikan ART setelah penerapan transportasi ART di Indonesia kali pertama akan diterapkan di Ibu Kota Nusantara (IKN).

"Jadi (ART) ini akan diterapkan di IKN, insyaallah Surabaya kedua. Kita sudah hubungi Kemenhub, saya ingin minta konsep beliau, nanti kita lakukan FS (Feasibility Study) di Surabaya. Semoga (pembangunan) di 2025 atau 2026 sudah jalan," kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Senin (10/6/2024).

Pria kelahiran Surabaya ini memilih membangun Autonomus Rapid Transit (ART) atau trem otonom tanpa rel karena biaya pembangunan ART jauh lebih terjangkau dibandingkan kendaraan transportasi rel seperti Mass Rapid Transit (MRT) atau Light Rail Transit (LRT).

"Kalau LRT ketemunya itu Rp800 miliar per kilometer. Tapi ternyata, ada ART, itu seperti MRT tapi pakai magnet (tanpa rel). Nah ternyata harganya Rp500-600 miliar per 7 kilometer, saya langsung menyampaikan ke Kementerian Perhubungan," kata Wali Kota Eri ketika dikonfirmasi di Surabaya, Senin (10/6/2024).

Wali Kota Eri mengungkapkan, Mass Rapid Transit (MRT) sempat disampaikan Presiden Joko Widodo dalam acara pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) pekan lalu (1-6 Juni 2024) di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. 

Biaya pembangunan transportasi ini mencapai sekitar Rp2,3 triliun per kilometer.

Untuk membangun MRT di jalur sepanjang 5 km, jumlah tersebut tak mampu ditopang APBD Surabaya yang hanya sekitar Rp10 triliun. 

"MRT itu satu kilometernya Rp2,3 triliun. Kalau (menggunakan) APBD Surabaya (membangun sepanjang) 5 Km doang habis (APBD), tidak ada dana (untuk mengentaskan) kemiskinan," katanya.

Mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini mengakui, besarnya biaya tersebut membuat pembangunan MRT di Kota Pahlawan urung dilakukan.

"Karena itulah, kenapa orang-orang selalu bertanya, 'Kok tidak dibangun?' Karena tidak mungkin," kata mantan ASN Pemkot Surabaya ini. 

Selain kebutuhan anggaran, pembangunan MRT juga relatif membutuhkan lahan yang lebih besar.

"Saya berpikirnya adalah lahan tidak ada, dan kedua adalah harganya. Saya tidak akan mengorbankan Surabaya untuk (menaikkan) popularitas demi MRT," tegas dia.

Karenanya, pembangunan ART sebagai solusi mengatasi masalah transportasi dinilai paling relevan dibandingkan mode lainnya.

Selain pembangunannya lebih mudah karena tanpa rel, biaya ART juga lebih murah dibandingkan dengan MRT dan LRT. 

Halaman
12

Berita Terkini